Beranda Opini OPINI: Berbagai Kebijakan/Aturan Lembaga Negara Dalam Hal Penanganan Covid-19

OPINI: Berbagai Kebijakan/Aturan Lembaga Negara Dalam Hal Penanganan Covid-19

Sulaiman Syamsuddin

VIRUS corona SARS-CoV-2, penyebab pandemi Covid-19 pertama kali diketahui menyebar di Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Beberapa pekan setelah itu, dengan cepat wabah Covid-19 menyebar dan topik corona mulai menjadi pembahasan di berbagai media seluruh dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah di setiap negara pun berusahan semaksimal mungkin menekan angka penularan. Berbagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dilakukan. Hingga saat ini, penyebaran virus corona telah mengekspansi lebih dari 200 negara, termasuk Indonesia.

Pemerintah Indonesia baru mengonfirmasi kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, banyak kebijakan dan strategi dibuat dalam rangka mencegah transmisi dan kematian signifikan akibat penyakit ini. Namun, segala kebijakan dan strategi yang dilakukan pemerintah kita tak luput dari aneka respons dan persepsi yang diberikan masyarakat.

1. Presiden Republik Indonesia.

Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Kepres No. 11/2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Pengumuman kedaruratan kesehatan masyarakat merupakan salah satu hal yang ditunggu-tunggu dari berbagai kebijakan pemerintah menghadapi Covid-19 ini. Dengan melihat pertumbuhan wabah Covid-19 yang semakin massif, banyak yang menilai langkah Presiden ini sangat terlambat.

Kebijakan Lembaga Negara/ Menteri terkait

2. Menteri Hukum dan HAM

Dengan telah ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam, dinilai perlu untuk melakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan. Cara yang dilakukan, yakni pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi.

Kebijakan atau langkah yang diambil Menteri Hukum dan HAM melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Dalam kepmen itu dijelaskan sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020.

Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.Untuk pembimbingan dan pengawasan asimilasi dan integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan.

Selain itu, laporan pembimbingan dan pengawasan dilakukan secara daring. Dalam kepmen itu juga disebutkan bahwa Kepala lapas, kepala LPKA, kepala rutan, dan kepala bapas menyampaikan laporan pelaksanaan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak kepada Dirjen Pemasyarakatan melalui kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
Kepala divisi pemasyarakatan melakukan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan keputusan menteri ini dan melaporkannya kepada Dirjen Pemasyarakatan.

Kepmen ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan dilakukan perbaikan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan.

3. Menteri Keuangan

Kementerian Keuangan menerbitkan Permenkeu 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, dan DID TA 2020 dalam rangka Penanggulangan COVID-19 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta pada tanggal 16 Maret 2020.

Adalah upaya Pemerintah untuk menanggulangi Pagebluk Pandemi COVID-19 yang meluluhlantakkan perekonomian dunia sehubungan dengan berhentinya tata cara kerja dan isolasi mandiri warga dunia dirumahnya, sehingga banyak event maupun kegiatan perekonomian lainnya harus ditunda hingga waktu yang belum diketahui.

Menjadi payung hukum bagi para pengelola keuangan dan pemerintahan daerah untuk dapat mengalokasikan anggaran dan refocussing kegiatan seabgai cara pendanaan penanganan virus corona di Indonesia.

4. Menteri Kesehatan

Kementrian Kesehatan menerbitkan Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 adalah kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 91,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487).
PSBB dalam Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana juga dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menyebutkan bahwa PSBB ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) demikian definisi PSBB dalam Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

5. Menteri Dalam Negeri

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. H. M. Tito Karnavian, Ph.D., mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Pemerintah Daerah. Surat yang ditandatangani pada 2 April 2020 itu ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota se-Indonesia.

Instruksi dikeluarkan dalam rangka pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-I 9), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

6. Kapolri

Beberapa hari yang lalu, Kapolri pada tanggal 4 April 2020 telah menyampaikan 5 (lima) Surat Telegram Kapolri yang ditujukan kepada bawahannya terkait dengan arahan Kapolri dalam rangka penegakan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan pada masa darurat Covid-19. Kelima Surat telegram itu antara lain :

a. Surat Telegram bernomor ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 tentang penanganan kejahatan potensial selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB);

b. surat telegram Nomor: ST/1099/IV/HUK.7.1/2020 berisi tentang penanganan kejahatan dalam tugas ketersediaan bahan pokok dan distribusi;

c. surat telegram Nomor: ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 perihal penanganan kejahatan di ruang siber;

d. surat bernomor ST/1101/IV/HUK.7.1/2020 ihwal penanganan kejahatan potensial dalam masa penerapan PSBB;
e. Nomor ST/1102/IV/HUK.7.1/2020 tentang penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru tiba dari negara terjangkit Covid-19.
Perintah kapolri melalui surat telegram dapat dipahami sebagai kebutuhan dalam mendukung upaya pemerintah melawan Covid-19, utamanya penanganan kejahatan potensial dalam masa penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam masa penerapan PSBB, Kapolri menunjukkan keseriusannya dengan memerintahkan jajarannya untuk menindak potensi kejahatan pasca pengumuman kedaruratan kesehatan dan pembatasan sosial berskala besar oleh pemerintah.
Meskipun menjadi opsi terakhir, penegakan hukum memang sudah sepatutnya diterapkan pada situasi wabah Covid-19.

Penegakan hukum tentu saja untuk menggapai kedisiplinan dan ketertiban masyarakat dengan memanfaatkan efek hukum.
Yang banyak menjadi sorotan masyarakat adalah arahan Kapolri melalui surat telegram ketiga terkait penanganan kejahatan di ruang siber.

Sebagai penegak hukum langkah Polri untuk mengurangi penyebaran hoax dengan penerapan pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, dapat diacungi jempol. Akan tetapi disisi lain, ancaman menerapkan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa umum, ditakutkan hanya sebagai upaya Polri sebagai tameng melindungi pemerintah dari kritikan tajam rakyat dalam upaya mengatasi wabah Covid-19. Pada saat yang sama kebebasan berpendapat rakyat dijamin oleh konstitusi Pasal 28 UUD 1945.

Banyak kalangan menilai, arahan kapolri melalui surat telegram tersebut, dalam konteks penegakan hukum dimasa pandemi ini kontra produktif dengan kebijakan pemerintah. Misalnya dengan kebijakan Menkumham untuk melepaskan narapidana / anak untuk mencegah penularan Covid-19 dalam kondisi lapas yang overcapacity, berkebalikan kapolri malah terkesan berkeinginan memenuhi penjara pada situasi Covid-19.

Dengan mengedepankan niat demi kemaslahatan bersama, institusi Polri tetap harus bertindak secara humanis tanpa mengurangi profesionalisme dan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Oleh sebab itu, aparat yang bertugas di lapangan harus mengedepankan langkah persuasif dan humanis. Ketegasan harus ditunjukkan sebagai bukti nyata kehadiran negara, tetapi prinsip profesional, modern, dan terpercaya juga mesti dipertahankan.

7. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian untuk mengantisipasi dampak virus corona Covid-19. Kebijakan itu yakni Peraturan OJK (PJOK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid19. Melalui peraturan itu, OJK memberikan relaksasi debitur yang terdampak virus.

Ketentuan yang ditetapkan OJK bagi pemohon keringanan pembayaran:
– Masyarakat yang terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit/leasing di bawah Rp 10 Milyar untuk antara lain pekerja informal, berpenghasilan harian, usaha mikro dan usaha kecil (Kredit UMKM dan KUR).
– Keringanan dapat diberikan dalam periode waktu maksimum 1 tahun dalam bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu atau hal lain yang ditetapkan oleh bank/leasing.
– Mengajukan kepada bank/leasing dengan menyampaikan permohonan melalui saluran komunikasi bank/ leasing.
– Jika dilakukan secara kolektif, misalkan melalui perusahaan, maka direksi wajib memvalidasi data yang diberikan kepada bank/leasing.

Pemerintah  secara institusi harus extra hati-hati dalam mengambil sikap terkait situasi Covid-19. Setiap upaya dan langkah yang diambil masing-masing lembaga negara ditujukan dalam rangka menyelamatkan rakyat tanpa terkecuali.

Dibutuhkan upaya komprehensif sistematis dari pengambil kebijakan negara dengan pola integratif dan interkonektif dalam mengatasi wabah Covid-19 ini. Tidak ada toleransi terhadap kesalahan, maupun kebijakan yang kontra produktif antara satu dengan yang lainnya.

Indonesia bisa bebas Covid-19.

Penulis:

Sulaiman Syamsuddin, S.H
Praktisi Hukum