Beranda Makassar Aktivis Antikorupsi Harap Majelis Hakim Beri Tuntutan Maksimal Terdakwa Iptu Yusuf di...

Aktivis Antikorupsi Harap Majelis Hakim Beri Tuntutan Maksimal Terdakwa Iptu Yusuf di Sidang Pledoi

Sidang perkara dugaan pidana penipuan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf di Pengadilan Negeri Makassar

HERALDMAKASSAR.com – Agenda pembacaan putusan perkara dugaan pidana penipuan dan penggelapan senilai Rp1 miliar yang mendudukkan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro sebagai terdakwa tidak lama lagi.

Tahapan final sidang perkara yang cukup menyita perhatian masyarakat luas tersebut tentunya digelar setelah agenda pembacaan pledoi (pembelaan) oleh terdakwa berjalan mulus sesuai rencana yakni besok atau tepatnya Rabu 13 Mei 2020 di Pengadilan Negeri Makassar.

Jelang menanti tahapan pembacaan putusan oleh Majelis Hakim itu pun dimanfaatkan oleh sejumlah lembaga aktivis di Sulsel.

Mereka mulai mengingatkan kembali uraian fakta hukum yang terungkap dalam persidangan-persidangan sebelumnya yang tujuannya memberikan motivasi kepada Majelis Hakim agar nantinya bisa bersikap sama seperti Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberikan tuntutan kepada terdakwa.

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) APAK (Aliansi Peduli Anti Korupsi) Sulsel, Mastan misalnya. Ia mengungkapkan ada beberapa alasan hukum yang dapat menjadi dasar Majelis Hakim nantinya dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa dalam perkara pidana dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp1 miliar tersebut.

Pertama, kata Mastan, melihat uraian keterangan saksi-saksi, pengakuan terdakwa hingga sejumlah petunjuk yang diperoleh dalam fakta persidangan.

Dimana, diperoleh fakta bahwa terdakwa sangat terang adalah pelaku yang melakukan tindak pidana penipuan sehingga unsur barang siapa telah terbukti.

Demikian juga terkait unsur yang dimaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum keterkaitannya dengan perkara penipuan tersebut, kata Mastan, juga telah terbukti.

“Faktanya hingga saat ini kan terdakwa tidak mengembalikan uang korban sehingga unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dinilai telah terpenuhi,” ungkap Mastan.

Kemudian unsur memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, menurut Mastan, itu juga telah terpenuhi.

Berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa dalam persidangan, dimana saksi mengatakan dirinya ditemui oleh terdakwa dan kemudian terdakwa meminta bantuan agar dipinjamkan uang senilai Rp1 miliar guna membayarkan tunjangan kinerja (tukin) personil Brimob yang telah jatuh tempo atau untuk memenuhi kebutuhan internal Brimob.

Karena alasan kebutuhan mendesak itu, saksi korban lalu merasa tergerak untuk meminjamkan uang kepada terdakwa. Selain itu adanya iming-imingan dari terdakwa yang membuat saksi korban akhirnya terbujuk.

“Demikian juga dengan adanya keterangan terdakwa dalam persidangan yang mengaku memberikan uang yang dipinjam dari saksi korban kepada mantan atasannya (Kombes Pol Totok) untuk peruntukan bisnis lahan. Inilah yang dimaksud dengan salah satu unsur rangkaian kebohongan,” tutur Mastan.

Menurut dia, dengan melihat rentetan fakta persidangan tersebut, penjatuhan vonis berat nantinya itu cukup beralasan karena dana milik korban Rp1 miliar yang diambil oleh terdakwa jika dilihat dari sisi kualitas nilai ekonomi memang sangat besar sekali.

Apalagi, kata Mastan, terdakwa sama sekali tidak pernah mengembalikan uang milik korban dan juga dalam memberikan keterangan, terdakwa terkesan menyembunyikan fakta sebenarnya dari modus penipuan yang dilakukannya alias berbohong dipersidangan.

“Dipersidangan tidak ditemukan alasan yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf sebagaimana diatur dalam Pasal 44, 48, 49, 50, 51 KUHP. Oleh karena semua unsur delik yang didakwakan terbukti, maka Kami yakin terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan, dan terdakwa harus dipertanggungjawabkan secara pidana perbuatannya tersebut,” Mastan menandaskan.

Tuntutan Jaksa 3 Tahun 10 Bulan

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ridwan Saputra sebelumnya menuntut berat terdakwa dalam perkara pidana dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp1 miliar pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu 22 April 2020.

Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Zulkifli itu, JPU memberikan tuntutan 3 tahun 10 bulan atau 46 bulan kepada Iptu Yusuf Purwantoro yang diketahui sebagai eks Bendahara Brimob Polda Sulsel itu.

“Terdakwa kita tuntut maksimal sesuai dengan Pasal 378 KUHP yakni 3 tahun 10 bulan penjara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ridwan Saputra.

Tak hanya tuntutan pidana maksimal, JPU juga menuntut agar eks Bendahara Brimob Polda Sulsel itu segera ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Makassar.

“Tadi dalam tuntutan kita juga minta ke Majelis Hakim agar terdakwa dimasukkan dalam sel tahanan Rutan Makassar,” jelas Ridwan.

Tuntutan maksimal, kata dia, melalui pertimbangan yang ada. Dimana terdakwa tak ada itikad baik untuk mengembalikan sepeser pun uang yang dipinjam dari korbannya.

Meski demikian, perbuatan meringankan terdakwa juga tetap masuk dalam pertimbangan pemberian tuntutan. Dimana terdakwa proaktif hadir selama persidangan berlangsung.

“Untuk agenda pembacaan pledoi (pembelaan) terdakwa itu nanti tanggal 13 Mei 2020,” ujar Ridwan.

Ketua DPP APAK Sulsel (Aliansi Peduli Anti Korupsi Sulawesi Selatan), Mastan mengapresiasi kinerja JPU yang telah memberikan tuntutan maksimal kepada eks Bendahara Brimob Polda Sulsel dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan tersebut.

“Sejak awal memang seharusnya Jaksa memberikan penuntutan yang berat sifatnya kepada terdakwa, sehingga nantinya oleh Majelis Hakim akan menjatuhkan hukuman yang berat pula kepada terdakwa,” kata Mastan.

Tuntutan Jaksa 3 tahun 10 bulan penjara disertai perintah masuk, kata dia, telah menunjukan bahwa proses penegakan hukum dalam persidangan sangat tersentuh rasa keadilan bagi korban dalam pengamatan LSM APAK Sulsel sebagai lembaga yang concern memantau perjalanan perkara ini sejak awal.

Ia berharap Majelis Hakim nantinya juga dapat mempertahankan putusan atau vonis yang diambilnya demi untuk penegakan hukum yang berkeadilan kepada korban yang merupakan masyarakat kecil tersebut.

“Kita tentu berharap Majelis Hakim juga nantinya bersikap yang sama seperti Jaksa agar penegakan hukum betul-betul memberikan rasa keadilan bagi korban yang dizalimi oleh terdakwa yang diketahui berstatus anggota Polri itu,” Mastan menandaskan.