Beranda Headline News ANALISIS: Pilkada Makassar Makin Dekat, Arah Dukungan Parpol Kian Liar

ANALISIS: Pilkada Makassar Makin Dekat, Arah Dukungan Parpol Kian Liar

HERALDMAKASSAR.com –  Genderang Pemilihan walikota Makassar segera ditabuh. Jika tak ada aral melintang, pesta demokrasi itu akan dihelat 9 Desember tahun ini, setelah mengalami penundaan kurang lebih 6 bulan akibat pandemi corona.

Jika menghitung ke depan, maka Pilkada Makassar, tersisa kurang enam bulan lagi. Sebuah waktu yang sangat singkat bagi seorang kandidat yang masih lemah dukungan elektoral.

Boro-boro mendapatkan kandidat yang wajah baru, kandidat wajah lama saja sepertinya keteteran dengan waktu pelaksanaan pilkada yang kasip ini.

Tidak heran, mereka yang muncul ke permukaan masih dihiasa wajah lama. Setidaknya untuk posisi calon walikota Makassar.

Sebut saja misalnya, Syamsu Rizal alias Deng Ical, Danny Pomanto, Irman Yasin Limpo alias None dan Munafri Arifuddin alias Appi.

Empat figur ini juga menghiasi bursa calon walikota pada periode sebelumnya. Pada Pilkada Makassar 2018, Appi dan Danny bahkan resmi masuk gelanggang, meski pada akhirnya Danny didiskualifikasi KPU karena terbukti melakukan pelanggarn pemilu.

Appi akhirnya melawan kotak kosong, namun gagal jadi pemenang karena nasyarakat lebih dominan memilih kolom tak bertuan itu.

Sebelumnya, di Pilkada 2013, Danny bersama Deng Ical memenangkan pertarungan. Dibantu oleh jaringan walikota saat itu, Ilham Arief Surajuddin, pasangan Danny-Deng Ical sukses pecundangi lawan-lawan politiknya.

Salah satunya, yaitu None. Adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo itu, hanya mampu menjadi runner up.

Tujuh tahun berlalu, nama- nama itu muncul kembali. Ical, Danny dan. None. Adapun Appi, baru muncul dua tahun belakangan ini. Setelah gagal melawan kotak kosong, Appi tampaknya masih punya semangat politik untuk bertarung.

Di sisi lain, kandidat tengah berpacu mengejar waktu. Yang menarik, tidak satu pun kandidat bisa mengunci dukungan partai politik. Karena arah dukungan parpol masih terkesan liar.

Yang diterima oleh kandidat barulah surat tugas. Surat tugas ini pun diberi berbagai syarat. Misalnya wajib membangun komunikasi politik dengan parpol lain.

Itu karena tidak satupun parpol mampu mengusung sendiri kandidat. Batas minimal pengajuan pasangan calon harus bisa menggenapkan 10 kursi. Satu-satunya cara, harus melakukan koalisi. Hanya saja, koalisi parpol bukanlah perkara mudah.

(MUKHRAMAL AZIS)