Beranda Headline News OPINI: Catatan untuk Dani dan Mereka yang Bernama Politisi

OPINI: Catatan untuk Dani dan Mereka yang Bernama Politisi

HERALDMAKASSAR – Sebenarnya saya menunggu respon para pengurus Nasdem dari tingkat Kota Makassar, DPW hingga DPP terkait beredarnya rekaman video bakal calon walikota Makassar Sdr. Dani Pomanto yang secara telanjang merendahkan Partai Nasdem. Dalam rekaman itu Sdr. Dani Pomanto menunjukkan sikap sama sekali tak membutuhkan (dukungan) Nasdem dan berharap Nasdem menarik dukungan terhadapnya.

Dari Sdr. Nurdin Halid, Ketua Golkar Sulsel dan Wakil Ketua Umum DPP Golkar, saya mendapatkan konfirmasi bahwa percakapan virtual mereka tersebut terjadi saat Dani Pomanto meminta Nurdin Halid memasangkan putranya, Andi Zunnun, menjadi wakilnya dengan harapan dukungan Golkar diberikan kepadanya. Hanya berbilang hari, kesepakatan itu Dani abaikan. Hari ini, Dani Pomanto resmi diusung Nasdem plus Gerindra berpasangan dengan Fatmawati Rusdi. Kabar terakhir, Gerindra akan mengalihkan ke Appi’ atas lobi Erwin Aksa langsung ke Prabowo Subianto. Jika benar info ini, maka Dani Pomanto praktis tak bisa ikut bertarung. Dan Nasdem ikut terbawa mati angin bersamanya padahal Nasdem pemenang utama pada Pileg lalu sehingga mendapat jatah Ketua DPRD Makassar.

Saya bukan politisi yang mudah tersinggung apalagi untuk hal seperti ini. Namun apa yang dipertunjukkan Dani Pomanto adalah sebuah teatrikal berkualitas sampah yang sama sekali tak layak untuk *Sulawesi Selatan, Negeri Para pemberani*, sebuah tagline yang saya rangkai sendiri. Saya harus membuat catatan ini untuk tiga (3) alasan:

1. Meski Dani Pomanto pernah menjabat Walikota Makassar saat memenangkan Pilwalkot atas dukungan penuh bekas Walikota Mks Sdr.Ilham Arief ‘ACO’ Sirajuddin, tapi Dani Pomanto tak juga memahami apa dan bagaimana karakter orang Bugis Makassar. Maka saya anggap kemenangan Dani pada Pilwalkot sebelumnya murni karena dukungan penuh Sdr.Ilham Arief Sirajuddin yang kemudian dia khianati juga. Untuk itu, Dani tak layak mendapat kehormatan dan kesempatan memimpin Makassar, kota terbesar dan penopang kawasan timur Indonesia.

2. Saya pendiri Partai Nasdem sekaligus membesarkannya di Sulsel. Sebagai partai baru saat itu, Saya meloloskan dua anggota DPR-RI, 7 DPRD sulsel dan 70 DPRD. Partai Nasdem hadir diseluruh DPRD Kab/Kota di Sulsel. Sebuah catatan yang layak untuk diingat terutama bagi internal Nasdem. Meski saat ini saya bukan lagi pengendali Nasdem, namun korsa Nasdem memaksa saya untuk mengambil sikap keras kepada siapapun yang mempermainkan agenda besar Nasdem bernama Restorasi Politik yang menjadi alasan pendirian partai ini. Itulah yang membedakan kami yang memiliki dan menjadi bagian awal pendiri partai ini dengan sebagian dari mereka yang masuk belakangan yang lalu memiliki kewenangan organisasi yang besar. Mereka boleh memiliki badan organisasi Partai ini tapi mereka takkan pernah memiliki hatinya sebab sejak awal masuk Nasdem mereka berniat melukai jiwanya.

3. Mengingatkan zaman secara terus-menerus bahwa proses-proses berpolitik seharusnya tak meninggalkan tata cara yang logis dan bermartabat dari berbagai pendekatan, termasuk kearifan lokal dimana peristiwa politik itu terjadi.

Pada sebuah group WA dimana Sdr. Dani Pomanto menjadi admin, saya memintanya langsung untuk menjelaskan soal video itu namun tak ditanggapi, hal yang sejak awal saya pahami bahwa dia takkan berani melakukannya. Sabagai seorang kawan dan arsitek yang pernah hampir merancang rumah pribadi saya di Jakarta dan Makassar, Dani adalah kawan yang sangat baik. Namun sebagai politisi –terpaksa saya menyebutnya politisi sebab jabatan walikota yang pernah diembannya adalah jabatan politik meski sebenarnya Dani sama sekali tak berkualifikasi politisi– Sdr. Dani Pomanto mempertunjukkan sifat dasarnya. Tapi Dani –memang– cocok dengan model perpolitikan yang dianut banyak politisi dan parpol saat ini yang tak pernah jelas kelaminnya. Namun dalam makna filosofis yang sebenarnya, apa yang dipertunjukkannya menempatkan Sdr. Dani Pomanto di kerak bumi terbawah pada lempeng karakter politik yang agung.

Dan, kepada para pengurus dan kader Nasdem yang direndahkan, Anda layak dan harus terhina oleh perilaku kandidat yang sekarang Anda usung ini. Dia mengoyak uluhati Restorasi Partai Nasdem. Dani Pomanto menebas akar logika politik Nasdem yang berdarah-darah saya dan kita perjuangkan. Kali ini kalian harus tersinggung ketimbang ngamuk berlarai saat Dani Pomanto sebagai walikota saat itu menurunkan spanduk, baliho dan banner Nasdem dari jalan-jalan kota Makassar tempo hari. Setidaknya, Anda semua mempertunjukkan kepada publik bahwa logika politik Nasdem tidak bertumpang-tindih dengan kegilaan sesaat bernama ‘Madu Pilkada Makassar’. Saya hari ini bersikap.

Memori publik memang berusia pendek. Besok mungkin mereka lupa semua ini. Tapi dalam karakter Sulsel, kata adalah hati, dan hati adalah pembeda manusia dengan makhluk Tuhan lainnya. Anda pasti paham yang saya maksud.

Sebagai orang yang mengenal Dani Pomanto, saya berharap Sdr. Dani lebih bijaksana sebab kebijaksanaan tak pernah berbohong seperti Kata Homer. Namun jika Anda tak mampu menahan keinginan hati untuk tampak cerdas dihadapan publik maka mungkin kalimat Mark Twain ini cocok untukmu,”Lebih baik menjaga mulut Anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggapmu bodoh, ketimbang membuka mulut Anda dan menegaskan semua anggapan mereka”.

Namun semua ini adalah pilihan. Sebagai penganut teguh kebebasan berpendapat, saya akan berusaha memahami model politik dan diksi Sdr. Dani Pomanto meski terus-menerus gagal memahami. Tapi saya akan berusaha sekuat tenaga mendoakannya agar berhasil kelak. Kemenangan selalu menyenangkan meski seringkali batasan etika juga terlampaui. —

Penulis:

Akbar Faizal.