Beranda Headline News OPINI: Dilematis Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditinjau dari aspek hukum

OPINI: Dilematis Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditinjau dari aspek hukum

Sulaiman Syamsuddin

Pelaksanaan pilkada serentak 2020 sebentar lagi akan dilaksanakan. Tentunya dengan protokol kesehatan yang sangat ketat dikarenakan wabah covid 19 masih dianggap sangat tinggi. Sementara tahapan pilkada sementara berjalan. Kalaupun pelaksanaan pilkada serentak tetap dilaksanakan serentak tanggal 9 desember 2020 dengan kondisi wabah covid19 masih tinggi maka taruhan nyawa warga asyarakat bisa berakibat fatal meskipin tetap dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Belum lagi berbicara kesiapan anggaran untuk pelaksanaan pilkada tersebut.

Nah… Bagaimana hukumnya pelaksanaan Pilkada di tengah wabah COVID? Apakah memang mendesak untuk dilakukan atau sebaiknya ditunda hingga wabah usai?
Kalau mengacu kepada hukumnya maka yang menjadi pijakan adalah pertauran perundang-undangan yang ada. Saat ini telah ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“Perpu Pilkada”), yang ditetapkan pada 4 Mei 2020.

Perpu 1/2014 pun telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (“UU 10/2016”).
Seperti banyak diketahui, Perpu Pilkada merupakan dasar hukum penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (“Pilkada”) serentak dari 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Namun lebih dari itu, Perpu Pilkada ini juga menyesuaikan aturan main mengenai pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Pilkada pada saat wabah berlangsung.
Pasal 120 Perpu Pilkada mengatur bahwa:
1. Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan
2. Pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak yang terhenti.

Pasal 120 Perpu Pilkada tersebut hanya menambahkan satu frasa dari Pasal 120 yang diatur dalam ketentuan sebelumnya, yaitu ‘bencana nonalam’. Namun penambahan ini sangat esensial karena pandemi COVID-19 ini sudah dinyatakan sebagai bencana nonalam, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Berdasarkan ketentuan itulah, diatur bahwa pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 yang sedianya dilaksanakan pada bulan September 2020, ditunda karena terjadi bencana nonalam. Selanjutnya, dinyatakan secara eksplisit bahwa pemungutan suara serentak yang ditunda, dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

Pilkada Serentak 2020 Sebaiknya Tetap Ditunda.

Menurut hemat saya dengan kondisi ini sangat rentan untuk dilaksanakan pilkada serentak dengan melihat data yang ada sejumlah kasus yang terdampak terus naik hingga hari ini meskipun berbagai himbauan dan larangan serta peraturan untuk tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Namun faktanya dilapangan masih banyaknya masyarakat yang kurang memperhatikan dan melaksanakan protokol kesehatan serta simpang siurnya informasi data yang kurang akurat membuat sejumlah masyarakat masih sangat khawatkr terhadap ancaman wabah covid 19.

Belum lagi letika berbicara anggaran yang akan digelontorkan untuk pelaksanaan pilkada dimana saat ini Indonesia sangat mengalami penurunan ekonomi. Dengan diterapkannya protokol kesehatan yang sangat ketat pada pelaksanaan pilkada serentak tentunya memakan banyak anggaran mulai dari persiapan-persiapan di tps, penyediaan alat untuk deteksi suhu, penyediaan hand sanitiser atau tempat cuci tangan sampai kepada mengatur jarak ddi dalam tps dimana akan memakan banyak anggaran.

Salah satu alasan mendesaknya Pilkada yang dimuat dalam Perpu Pilkada adalah untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Walau tidak dijelaskan lebih lanjut dalam Perpu Pilkada, menurut saya, ada kekhawatiran karena ada masa jabatan sudah habis, sementara Pilkada 2020 merupakan salah satu Pilkada yang dibuat serentak.

Mengenai hal ini, sebenarnya Perpu 1/2014 dan perubahannya telah mengatur mengenai adanya pelaksana tugas bagi kepala daerah yang habis masa jabatannya.
Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota. Perubahan Pilkada menjadi serentak memang menimbulkan konsekuensi logis adanya kepala daerah yang masa jabatannya habis sampai dengan Pilkada serentak berikutnya.
Dengan demikian, tidak ada masalah hukum di sini. Yang ada adalah kontestasi kepentingan politik di daerah. Padahal, nyawa warga akan menjadi taruhannya.

Sulaiman Syamsuddin, S.H