Beranda Headline News Ngeri, Ini Tiga Skenario Pandemi Korona di Indonesia

Ngeri, Ini Tiga Skenario Pandemi Korona di Indonesia

HERALDMAKASSAR.com – Sejumlah alumnus matematika Universitas Indonesia(UI) menjawab kapan pandemi covid-19 berakhir. Mereka adalah Barry Mikhael Cavin, Rahmat Al Kafi, Yoshua Yonatan Hamonangan, dan Imanuel M Rustijono. Mereka menggunakan sebuah model sederhana yang dikembangkan dengan model SIRU.

Data yang mereka gunakan untuk simulasi adalah data kasus kumulatif dari 2 Maret hingga 29 Maret 2020 yang dipublikasikan oleh kawalcovid19.id.
“Kita meyakini bahwa sebenarnya banyak orang yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala, seperti yang terjadi di negara ini,” kata Barry Mikhael Cavin.

Berdasarkan grafik menunjukkan banyaknya kasus positif baru dan banyaknya penambahan orang terinfeksi per hari. Juga terlihat bahwa banyaknya orang yang terinfeksi berkali-kali lipat dari banyaknya orang yang terkonfirmasi positif corona.

“Berdasarkan estimasi ini, pandemi Covid-19 akan mencapai puncaknya pada 16 April dengan 546 kasus positif baru. Kemudian diperkirakan akan reda pada akhir Mei hingga awal Juni,” kata Barry.

Menurut Barry, inilah pentingnya physical distancing terus dilakukan. Berdasarkan data, 1 orang positif corona bisa menularkan ke 2-3 orang baru. Dengan jumlah penduduk yang terinfeksi yang mencapai ribuan orang, jika physical distancing tidak dilakukan, maka akan semakin banyak yang tertular dan menjadi reported case.

Jika implementasi physical distancing tidak dilakukan secara disiplin, interaksi antarmanusia berjalan seperti normal, maka bayangkan ada berapa banyak interaksi yang terjadi setiap hari dan berapa banyak orang baru yang terinfeksi setiap hari.

“Namun ketika implementasi physical distancing dijalankan secara serius dan disipilin, interaksi antarmanusia bisa seminim mungkin dan menyelamatkan banyak orang dari terinfeksi virus ini,” kata dia.

Bentuk intervensi pemerintah seperti menutup tempat hiburan dan memberlakukan Work From Home turut berkontribusi dalam mengurangi laju interaksi antarmanusia. Seandainya tindakan ini tidak diambil dari awal, keadaan mungkin akan lebih buruk. Dari fungsi laju interaksi antarmanusia tadi,

Barry dan tiga rekannya berupaya menjalankan beberapa skenario. Skenario pertama, per 1 April 2020 tidak ada kebijakan signifikan dan tegas dalam mengurangi interaksi antarmanusia.

“Puncak pandemi terjadi pada 4 Juni dengan 11.318 kasus baru dan akumulasi kasus positif mencapai ribuan kasus. Pandemi akan berakhir pada akhir Agustus atau awal September,” kata dia menjelaskan.

Skenario kedua, jika per 1 April 2020 sudah ada kebijakan tapi kurang tegas dan strategis serta masyarakat tidak disiplin mengimplementasikan physical distancing. Puncak pandemi akan akan terjadi pada 2 Mei dengan 1.490 kasus baru dan akumulasi kasus positif mencapai 60 ribu kasus.

Pandemi akan mereda pada akhir Juni atau awal Juli. “Skenario 2 yang paling mungkin terjadi jika kondisi saat ini dilanjutkan,” kata dia lagi.

Skenario terakhir, jika per 1 April 2020 diberlakukan kebijakan yang tegas dan strategis dalam mengurangi interaksi antarmanusia dan masyarakat juga mengimplementasikan physical distancing, puncak pandemi akan terjadi pada 16 April 2020 dengan 546 kasus baru dan akumulasi kasus positif mencapai 17 ribu kasus.

“Pandemi akan mereda pada akhir Mei atau awal Juni,” ujar dia. Kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat akan sangat menentukan skenario mana yang akan terjadi. Pihaknya berharap, skenario terbaik yang terjadi, bahkan jika mungkin lebih baik lagi. Inilah mengapa implementasi physical distancing harus lebih disiplin dilakukan, dan sebaiknya penduduk di zona merah tidak mudik untuk meminimalisir risiko penularan besar-besaran ke daerah lain yang belum terjangkit. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam akumulasi kasus positif Covid-19 dan mencegah skenario 1 dan 2 terjadi,” kata Barry menegaskan.

(***)