POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Naskah akademik Rencana Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) tengah dalam penggodokan.
Untuk melengkapi naskah akademik RUU tersebut, Pusat Perancangan Undang Undang Badan Keahlian DPR RI pun meminta pandangan dan masukan para pakar dari fakultas teknik dan fakultas hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Kepala Pusat Perancangan Undang Undang Badan Keahlian DPR RI, Dr. Inosensius Samsul mengatakan, masukan dari guru besar fakultas teknik dan fakultas hukum tersebut mendesain infrastruktur dan menajemen transportasi di Indonesia ke depannya.
Di antara masukan dari para guru besar tersebut adalah terciptanya transportasi massal yang terintegrasi yang melibatkan banyak stakeholder. Lalu, transportasi yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.
“Menurut mereka bahwa penyediaan transportasi massal di Jawa sudah tepat. Sementara di kawasan timur Indonesia masih dipikirkan infrastruktur yang penting,” kata Inosensius.
Inosensius juga mengakui bahwa polemik penggodokan RUU ini masih terus berlanjut di kalangan akademisi dan praktisi. Sehingga, Pusat Perancangan Undang Undang Badan Keahlian DPR RI harus benar-benar mematangkan naskah akademik.
Berbagai masukan dari berbagai pihak baik dari kalangan akademisi, maupun praktisi terus dibutuhkan untuk memperbaiki naskah akademik RUU tersebut.
Menurut dia, hal-hal yang akan diatur dalam revisi UU tersebut adalah masalah yang kerap terjadi antara jasa angkatan umum konvensional dan online. Nantinya, kebijakan itulah yang akan dibahas, apakah tetap menjadi peraturan menteri atau akan menjadi undang undang.
“Kita siapkan UU LLAJ. Pertama ada hirarki, undang-undang itu aturan paling tinggi, kalau diatur di undang undang sepanjang sejalan dengan peraturan menteri tidak masalah,” jelas Kepala Pusat Perancangan Undang Undang Badan Keahlian.
Lalu, persioalan sosialisasi UU merupakan hak yang pasti dilakukan. Tapi pelaksanaan UU yang maksimal juga harus didukung oleh pengembangan infrastruktur, dan sumber daya manusia yang mumpuni. Setelah itu, baru dipikirkan biaya sosialisasinya.
Sementara, menurut pakar Tata Hukum Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof. Dr Muin Fahmal, beberapa kebijakan terkait ketertiban lalu lintas, terutamanya terkait angkutan online, sebenarnya telah cukup diakomodir oleh pemerintah, melalui sejumlah peraturan kementerian.
“Terkait Undang Undang yang sekarang sudah cukup mengakomodir ketertiban lalu lintas. Kalau untuk merencanakan membuat undang undang baru lagi, tentunya akan memakan waktu yang paniang dan biaya cukup besar,” sebut Prof Muin.
(muh fadly/pojoksulsel)