HERALDMAKASSAR.com – Pemerintah Kota Makassar telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Kecil (PSBK) di empat kecamatan mulai hari ini. Sayangnya, kebijakan PSBK ini tidak dikenal dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 soal Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut praktisi hukum Sulaiman Syamsuddin, dalam UU Kekarantinaan Kesehatan tidak mengatur soal PSBK. “Saya tidak mengerti, Pemkot Makassar dan Pemprov Sulsel mengambil rujukan dari mana. Tapi pasti, soal pandemi corona ini semua harus mengacu pada UU nomor 6 tahun 2018,” ujar Sule, panggilan akrab Sulaiman Syamsuddin.
Seperti diketahui, dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, hanya disebutkan PSBB, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Soal PSBB ini tercantum dalam ketentuan umum pada BAB 1 ayat 11, yang bunyinya Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyakit atau kontaminasi.
Soal ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pasal 59, (1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. (2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang
terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu, (3) Pembatasan (1) Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada orang yang berkunjung, orang
Sule menyebut, seharusnya Pemkot dan Pemprov mengacu pada UU tersebut sebab di disitu diatur soal hak-hak warga negara yang terdampak oleh PSBB. Begitupun sebaliknya, ada kewajiban yang harus dipatuhi warga negara dalam penerapan PSBB ini.
“Ini PSBK tidak jelas dari mana tiba-tiba disebut bahwa empat kecamatan menerapkan PSBK. Mekanismenya seperti apa, hak-hak warga bagaimana? Yang lebih penting lagi referensi hukumnya dari mana? PSBK kan tidak memiliki payung hukum,” ujar Sule.(*)