HERALDMAKASSAR.com – Dua obat yang dipesan Presiden Joko Widodo, Avigan dan Klorokuin, langsung dicari di pasaran. Avigan (Favipiravir) adalah agen anti-virus yang secara selektif dan berpotensi menghambat RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) dari virus RNA.
Sementara klorokuil adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria. Klorokuin bersifat sisontosida darah dan gametosida P.vivax dan P. malariae. Obat ini biasanya diberikan pada penderita malaria di daerah endemik atau area yang diketahui berisiko tinggi terjangkit malaria.
Fujifilm Toyama mengembangkan obat ini pada tahun 2014 dan telah diuji coba kepada manusia yang terinfeksi virus corona COVID-19 sejak Februari.
Uji klinis dilakukan pada 200 pasien di rumah sakit Wuhan dan Shenzen. Dari Shenzhen sendiri, menyumbang 80 pasien, 35 pasien yang menerima perlakuan obat oral favipiravir, dan 45 orang dalam grup kontrol (tidak minum obat favipiravir), mengutip dari Xinhuanet.
Otoritas medis di Cina mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza ini tampaknya efektif pada pasien COVID-19.
Zhang Xinmin, seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, mengatakan bahwa favipiravir, memberikan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.
“Pasien yang diberi obat di Shenzhen berubah status menjadi negatif setelah rata-rata empat hari setelah menjadi positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diobati dengan obat tersebut,” kata penyiar publik NHK.
Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan favipiravir, dibandingkan dengan 62 persen atau mereka yang tidak menggunakan obat.
Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat teruji negatif dalam waktu singkat, sedangkan gejala pneumonia sangat berkurang.
Hingga kini, obat Avigan masih terus dikembangkan. Para ilmuwan juga tengah menunggu hak paten obat tersebut agar bisa mengembangkan obat generiknya.
Sementara, Chloroquine, merupakan obat anti-malaria yang telah digunakan selama sekitar 70 tahun. Obat ini merupakan kandidat potensial untuk obat SARS-CoV-2, atau yang lebih kita kenal dengan virus corona, virus penyebab COVID-19.
Obat ini tampaknya dapat memblokir virus dengan mengikat diri ke sel manusia dan masuk untuk mereplikasi. Obat ini juga merangsang kekebalan tubuh.
Pada 4 Februari, sebuah studi di Guangdong, China, melaporkan bahwa chloroquine efektif dalam memerangi virus corona.
Para dokter di Marseille, bagian selatan Prancis mengklaim pasien berhasil diobati dengan obat malaria chloroquine. Pada sebuah studi, 20 dari 36 pasien diberikan obat tersebut. Setelah 6 hari, 70% pasien tersebut dinyatakan sembuh, virus tidak lagi ada di sampel darah, dibandingkan 12,5% pasien grup kontrol.
Dokter di Australia dan China juga telah melihat hasil yang menjanjikan dari chloroquine dan berharap bisa memulai uji coba dalam beberapa minggu ke depan.
(M MARUF)