HERALDMAKASSAR.com – Indonesia masih menghadapi kendala dalam menyelenggarakan perdagangan internasional, bahkan indikator inilah yang menyebabkan peringkat kemudahan berbisnis menjadi tidak maksimal.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI, Dr Ir Kasan dalam Kuliah Umum “Kebijakan Perdagangan Internasional Indonesia saat Ini” di Gedung IPTEKS Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (27/11/2018).
“Perkembangan ekonomi kita dalam beberapa tahun terakhir cukup lambat, dan kami berharap dapat meningkatkannya pada tahun 2018-2019. Dan betul apapun masalahnya pasti jalan keluarnya adalah mengekspor,” katanya.
Dia mengatakan banyak potensi perdagangan yang dapat dilakukan oleh Indonesia dengan negara-negara di Eropa, Asia dan Afrika melalui perjanjian-perjanjian pasar bebas (FTA) bilateral antara Indonesia dengan negara terkait.
“Kedua negara ini Amerika dan Cina super power dalam ekonomi perdagangan. Sehingga apa yang dilakukan Indonesia dalam perang dagang yaitu bilateral, kalau perlu mendekati semua kubu. Nah, itulah namanya bagian dari negosiasi,” jelasnya.
Selain perluasan pangsa pasar melalui FTA di beberapa negara lain, dia juga menyinggung aspek logistik dalam perdagangan internasional yang sering menjadi permasalahan bagi industri kecil dan menengah untuk lebih aktif dalam ekspor.
Dia juga menjelaskan, tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah kebijakan perdagangan luar negeri dari negara lain.
Dia mencontohkan, kebijakan Donald Trump yang memasukkan Indonesia dalam “daftar negara yang melakukan kecurangan perdagangan” dan peningkatan pajak progresif komoditas CPO (Crude Palm Oil) atau Minyak Sawit di Eropa.
Menurut Kasan bahwa untuk Amerika, kebijakan itu baru saja dikeluarkan dan masih belum berdampak langsung terhadap ekspor Indonesia ke negara itu, namun dia menegaskan bahwa Indonesia bukanlah pihak yang salah.
(HM)