Beranda Sulsel Plt Kadisnaker sulsel: UMP Tahun 2022 diperkirakan tidak Naik

Plt Kadisnaker sulsel: UMP Tahun 2022 diperkirakan tidak Naik

HERALDMAKASSAR.COM – Pekerja atau buruh di Sulawesi Selatan diminta bersabar. Upah minimum provinsi atau UMP tahun 2022 tidak mengalami kenaikan.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan transmigrasi (Kadisnaker) sulsel Tautoto Tana Ranggina mengatakan sesuai rumus pengupahan, kenaikan UMP tahun 2021 ternyata lebih tinggi dari batas atas. Akibatnya tahun ini tidak mengalami kenaikan sesuai arahan dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Hal tersebut membuat pembahasan soal UMP untuk Sulawesi Selatan sempat berjalan alot. Tidak ada persamaan pendapat antara serikat pekerja dan pengusaha.

“Sesuai rumus, tidak naik. Dia tetap. Tetapi hasil rapat dengan dewan pengupahan ada  rekomendasikan yang kita berikan ke plt Gubernur,” kata Tautoto, Selasa, 16/11/21.

Ia menjelaskan pengusaha meminta agar UMP tahun depan tidak ada kenaikan. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi perekonomian pada masa pandemi Covid-19 masih dalam tahap pemulihan.

Pengusaha bahkan meminta ke Plt Gubernur agar menetapkan UMP 2022 menjadi Rp2.783.289 dengan dasar nilai inflasi  tahun 2021 yang mencapai 1,62 persen. Angka ini mengalami penurunan sekitar Rp400 ribu dari tahun ini jika ditetapkan.

Di satu sisi, serikat pekerja meminta agar UMP tahun berjalan bisa naik hingga 5 persen. Dari yang sebelumnya Rp3.165.876 menjadi Rp3.324.170.

Pertimbangan para pekerja itu berdasarkan pada aturan UU no 11 tahun 2020 tentang cipta kerja kluster ketenagakerjaan dalam proses gugatan di MK. Kemudian, meningkatkan daya beli pekerja, meningkatkan produktivitas, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan tidak semua perusahaan terdampak Covid-19.

“Jadi itu yang bikin alot karena buruh minta naik, perusahaan minta turun,” bebernya.

Dewan pengupahan kemudian mengeluarkan rekomendasi ke Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman. Rekomendasi itu mengatur soal batas atas dan batas bawah jika UMP diputuskan mengalami kenaikan atau penurunan.

Batas atasnya Rp3.052.039, sementara batas bawahnya Rp1.526.019. Angka ini seharusnya ditetapkan pada saat penetapan UMP 2021 lalu.

Batas atas itu didapat dari rata-rata konsumsi per kapita Rp1.104.097, dikali rata-rata banyaknya anggota per rumah tangga 3,87 persen, dibagi rata-rata banyaknya anggota yang bekerja yakni 1,4 persen, sehingga hasilnya Rp3.052.039.

Sementara untuk batas bawah dibagi dua dari rumusan hasil batas atas. Hasilnya Rp1.526.019.

Alhasil, rapat dewan pengupahan yang dipimpin oleh Prof Rahman menghasilkan bahwa Plt Gubernur harus menetapkan UMP tahun sebelumnya sama dengan tahun berikutnya. Hal tersebut sesuai dengan aturan pemerintah nomor 36 tahun 2021 pasal 27 ayat 4.

“Tapi keputusan ada di pak Plt Gubernur. Dan beliau bilang, UMP ini harus rasional. Tidak memihak ke pengusaha ataupun buruh. Harus win-win solution,” ungkapnya.