HERALDMAKASSAR.com – Indonesia benar-benar diambang resesi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan telah menyampaikan realisasi APBN hingga 31 Juli 2020, terlihat defisit anggaran sudah mencapai Rp 330 triliun atau sekitar 2,01% dari PDB.
Sementara pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 bisa negatif 2 persen. Kondisi ini, menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional di tengah pandemik corona.
Sedangkan, keseimbangan primer tercatat Rp 147,4 triliun yang artinya negara harus berutang untuk membayar utang.
Pendapatan negara pada periode tersebut tercatat negatif 12,4%. “Salah satunya karena semakin banyak masyarakat dan dunia usaha yang memanfaatkan insentif pajak,” demikian penjelasan Sri Mulyani.
Sementara dari pajak jauh lebih dalam dari perkiraan sehingga mempengaruhi pendapatan negara. “Pajak terkumpul Rp 601,9 triliun. Dari sisi growth dari tahun lalu minus 14,7%. Lebih dalam dari perkiraan,” terangnya.
Belanja negara mencapai Rp 1.252,4 triliun atau 45,7% dari target. Belanja negara ini diprioritaskan untuk penanganan Covid-19.
“APBN ada tekanan, penerimaan turun dan belanja naik karena Covid-19 makanya defisit akan sangat besar,” kata Sri Mulyani.
Sementara dari sisi pembiayaan (utang baru) sampai Juli 2020 sudah mencapai Rp 503 triliun dan ini pertumbuhannya mencapai 115%.
“Defisit per Juli 2020 mencapai 2,01% terhadap PDB yang dipenuhi melalui pembiayan yang masih on-track,” kata Sri Mulyani.
“Kalau kita lihat di kuartal III downside risknya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko nyata.”
“Untuk kuartal III outlooknya antara 0 dan negatif 2%,” kata Sri Mulyani.
(HM)