HERALDMAKASSAR.com – Sidang lanjutan kasus dugaan penyerobotan lahan disertai perusakan yang mendudukkan pengusaha SPBU di Parepare, H Ibrahim alias H Aco kembali digelar secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Parepare, Selasa (25/8/2020).
Agenda sidang kali ini, mendengarkan keterangan dari pihak korban pemilik lahan H Mukti Rachim yang tak lain ayah dari H Aco.
Dalam keterangannya di muka persidangan yang diketuai Majelis Hakim Krisfian Fatahillah, H Mukti merasa tidak nyaman dengan upaya H Aco yang sewena wena.
Sebab, kata H Mukti, tanpa seizinnya H Aco langsung mendirikan sebuah bangunan mewah serta melakukan pengrusakan pagar dan tanaman menggunakan alat berat di lahan miliknya.
Di persidangan, H Mukti mengatakan, sudah beberapa kali melayangkan teguran terhadap anaknya untuk menghentikan tindakannya, namun tak diindahkan.
“Saya sempat tanyakan, kenapa dirusak, dia bilang bangunan harus dibongkar. (Dugaan perusakan dan penyerobotan lahan) dikerjakan malam hari, kalau saya tegur dia berhenti. Tapi malam dia kerja lagi, ” ungkap H Mukti di hadapan Majelis Hakim.
Dalam persidangan yang melibatkan ayah dan anak itu, beberapa kali Majelis Hakim melakukan mediasi untuk mendamaikan terdakwa dan korban.
Namun, korban H Mukti tetap kukuh dan tetap pendiriannya. Lantaran, telah diselimuti rasa sakit hati.
Apalagi, diakui H Mukti, bahwa Haji Aco selama ini tidak memiliki etikad baik, seperti memohon maaf maupun memohon izin untuk mengelola lahan tersebut.
“Sudah tidak bisa, saya sakit hati. Dan dia tidak pernah minta maaf. Saya sudah saya modali untuk bangun SPBU di Pinrang. Tapi saya dilapor ke Pengadilan gara-gara saham,” keluh H Mukti terhadap tingkah anaknya itu.
Sementara itu, Majelis Hakim sempat menanyakan kepada Haji Mukti. “Kan bapak seorang bapak dari terdakwa. Jika nanti terdakwa dihukum dan bebas, apakah akan di maafkan?,” tanya salah seorang Majelis Hakim.
“Tidak,” jawab tegas Haji Mukti sembari mengumbar bahwa dirinya terlanjur sakit hati.
Diakhir kesaksian Haji Mukti, H Aco sempat menyatakan permohonan maaf setelah di mediasi oleh Majelis Hakim,
“Bapak saya mohon maaf, saya pernah datang ke bapak bersama anak dan istri saya meminta izin,” kata H Aco dengan nada sedih. “Bohong, bohong, bohong, air mata buaya. Tidak pernah terdakwa datang meminta izin,” sanggah H Mukti.
Terpisah, Kuasa Hukum dari korban, Adyatma mengatakan, apa yang dikatakan H Mukti dalam keterangannya telah menguatkan pernyataan saksi-saksi sebelumnya.
“Kesaksian Pak H Mukti selaku korban hari ini menguatkan kesaksian saksi sebelumnya, saksi juga, Agus, Pak Syarif dan kesaksian kepala dinas PUPR , bahwa ada fakta perusakan pagar milik korban H. Mukti dilakukan oleh Terdakwa,” katanya.
Adyatma optimis, berdasarkan keterangan H Mukti unsur-unsur pidana telah terpenuhi atas adanya indikasi perusakan lahan.
“Terdakwa juga melakukan pembangunan rumah di atas tanah milik korban, sehingga unsur pasal 406 tentang perusakan sudah terpenuhi, ” jelasnya.
Menurut Adyatma, dalam persidangan selanjutnya diagendakan pemeriksaan Terdakwa dan beberapa saksi.
“Maka untuk pemeriksaan berikutnya kesaksian ibu Naimah (istri dari H Mukti) dan terdakwa, tapi untuk kesaksian ibu Naimah masih menunggu kepastian akan diperiksa di rumah atau di kejaksaan tinggi, karena beliau saat ini masih sakit. Jadi teknis pemeriksaannya melihat perkembangan keadaan kesehatan ibu Naimah,” dia menandaskan.
Diketahui, dalam kasus ini Terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni, pasal 406 ayat 1 KUHPidana yang berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Kemudian pasal 167 ayat 1 berbunyi “Barang siapa memaksa masuk ke dalam ruangan untuk dinas umum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.
Sebelumnya, Sidang perkara pidana dugaan penyerobotan lahan disertai perusakan yang mendudukkan oknum pengusaha SPBU di Kota Parepare, H Ibrahim alias H Aco sebagai terdakwa kembali digelar secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Parepare, Kamis (13/8/2020).
Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad kembali menghadirkan sejumlah saksi yang dinilai mendukung pembuktian unsur dugaan pidana yang dialamatkan kepada terdakwa.
Salah satunya, kehadiran saksi Syarif. Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Krisfian Fatahilah, Syarif mengaku dirinya cukup tahu dengan keadaan lokasi yang belakang menjadi masalah karena diduga dirusak oleh terdakwa.
“Luasan lokasi yang ada di daerah Soreang itu terhitung dari SPBU hingga kolam dan ada juga rumah kayu dan tanaman di sekitarnya,” kata Syarif yang mengaku lama tinggal bersama dengan H Mukti, saksi korban yang juga sekaligus pemilik lahan lokasi di daerah Soreang tersebut.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa dahulunya batasan SPBU milik H Mukti itu adalah laut. Kemudian direnovasi dibangunkan pagar.
“Ada juga sejumlah tanaman dan rumah kayu dahulunya. Rumah kayu itu dihuni dulunya oleh H Aco,” terang Syarif.
Belakangan ia dapat kabar jika pagar dan tanaman yang ditanam oleh H Mukti dibelakang SPBU diduga dirusak menggunakan Exkavator oleh H Aco.
“Infonya itu saya dengar dari dua orang salah satunya Juha,” ujar Syarif.
Meski demikian, ia mengaku lupa tahun berapa saksi korban H Mukti menanam pohon dan membangun pagar di area belakang SPBU miliknya. “Kalau itu saya sudah lupa Majelis,” jelas Syarif.
Selain itu, kata dia, rumah batu yang besar dibangun oleh H Aco di belakang SPBU Soreang milik H Mukti itu sebagiannya dari hasil reklamasi laut. “Iya setahu saya itu reklamasi sebagian,” ungkap Syarif.