HERALDMAKASSAR – Meneri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tidak dilibatkan dalam proyek food estate yang akan dibuka di Kalimantan Tengah.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) hanya mengutus 3 menterinya untuk menjadikan Kalteng sebagai kawasan food estate atau lumbung pangan alternatif di luar Jawa.
Tidak adanya Menteri Pertanian dalam jajaran menteri rombongan, yang tugas pokoknya menjaga ketahanan pangan lewat produksi pertanian dinilai menunjukkan kekecewaan Presiden Jokowi terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Pasalnya, jajaran menteri yang diutus adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai hal itu sangat aneh karena Jokowi tidak melibatkan Menteri Pertanian untuk urusan yang seharusnya menjadi ‘core business-nya’.
Sebaliknya, Presiden malah melibatkan Menteri yang bukan urusan utamanya mengurusi pangan. Ia melihat hal ini merupakan buntut dari kekecewaan Presiden Jokowi terhadap kinerja Mentan.
“Ini sinyal kuat, Menteri Pertanian tidak aman posisinya. Mentan jadi Menteri yang perlu dievaluasi atau bahkan di reshuffle,” ujarnya.
Uchok menduga, komunikasi antara Jokowi dengan Mentan tidak berjalan dengan baik. Terutama ketika pandemi melanda, tak ada terasa gebrakan berarti dari Mentan terkait ketahanan pangan.
“Jokowi itu butuh gerbrakan, butuh ide besar bagaimana ketahanan pangan ini bisa berjalan saat pandemi. Tapi justru upaya Mentan tak terlihat. Harusnya saat pandemi mulai masuk, Mentan sudah punya konsep yang kuat untuk ketahanan pangan, bukan malah menghilang,” tuturnya.
Soal stok beras, misalnya, kata Uchok, seyogyanya Mentan sudah memikirkan dengan matang jika pandemi berlanjut dan stok menipis, apa yang harus dilakukan jika produski juga tak bisa menutupi.
“Dia harus tahu, di saat pandemi, Thailand dan Vietnam itu sudah tak mengekspor beras lagi buat ketahanan pangannya,” kata Uchok.
Dengan kata lain, lanjutnya, selain mengurusi soal produksi yang kemungkinan juga belum bisa teratasi, Mentan juga harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mencari sumber lain agar tak terjadi kelangkaan dan kenaian harga bahan pangan.
“Di saat pandemi impor itu bukan barang haram untuk ketahanan pangan. Justru bagus kalau dia bisa impor. Nyatanya susah kan mencari bahan pangan impor di saat pandemi,” imbuhnya.
Terkait dengan program cetak sawah, Uchok sendiri mengingatkan agar pemerintah belajar dari kegagalan program serupa sebelumnya.
Terkait kinerja, Menteri Pertanian Syahrul Limpo mengatakan bakal mempercepat musim panen. Dia ingin membuat produksi beras surplus. Kementan akan menyiapkan 7,4 juta hektare lahan sawah yang tersedia untuk mendukung percepatan musim panen.
“Kita ingin menghasilkan 15 juta ton beras,” kata Syahrul di Jakarta, Kamis 2 Juli 2020.
Dia melanjutkan, saat ini stok beras dalam negeri yang masih tersedia per Juni 2020 sebanyak 7,49 juta ton. Dengan prediksi panen MT II tersebut, maka Syahrul memprediksi stok hingga akhir Desember 2020 akan mencapai 22 juta ton.
(PR/HM)