HERALDMAKASSAR – Upaya Nurdin Halid memuluskan langkah adiknya yakni Kadir Halid dalam Musda DPD I Golkar Sulsel perlahan mulai terkuak.
Para Plt Ketua DPD II Golkar yang diganti belum lama ini oleh Nurdin Halid membeberkan peristiwa-peristiwa, di mana Nurdin Halid diketahui sekarang ini sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD I Golkar Sulsel berusaha agar estafet kepemimpinan tetap menjadi keinginannya.
Nama Kadir Halid disodorkan kepada DPD II Golkar benar adanya. Hoist Bachtiar yang ikut diganti dari jabatannya sebagai Plt Ketua DPD II Golkar Gowa menceritakan begitu lengkap. Jika inin benar, Hoist kembali menjadi sebagai pengurus DPD I Golkar Sulsel yang sebelumnya diberi amanah sebagai Plt ketua saat proses Pileg lalu.
Pada rapat Bappilu DPP Golkar di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020 lalu, kata Hoist, juga ada agenda terkait Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Sulsel.
Soal musda Golkar Sulsel, tidak dibahas bersama DPP. Akan tetapi, setelah pertemuan tersebut, Nurdin Halid diduga mengajak ketua DPD II Golkar yang akan berpilkada di Sulsel. Mereka diarahkan ke salah satu ruangan yang ada di Kantor DPP Golkar di Jalan Anggrek Neli Nomor 11, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat.
“Jika ada yang mengatakan kami bohong (NH sodorkan Kadir Halid), itu sangat salah. Kami tegaskan tidak ada yang bohong. Ada formulir surat dukungan diberikan kepada kami,” kata mantan Anggota DPRD Sulsel tiga periode itu.
“Yang saya ingat kalau tidak salah, kita (Ketua DPD II) diarahkan satu persatu masuk ruangan bertemu pak NH (Nurdin Halid). Ada dua agenda disitu, soal siapa yang akan diusung di Pilkada serta soal musda Golkar,” sambungnya.
Terkait musda, lanjut Hoist, formulir dukungan rupanya bukan hanya kepada Kadir Halid. NH juga diduga menyiapkan formulir dukungan kepada anggota DPR RI yakni Hamka B Kady. “Ada dua surat dukungan. Satu untuk Kadir Halid dan satunya lagi adalah Pak Hamka B kady,” lanjut Hoist.
“Sekali kami tidak bohong dan ada surat diberikan untuk diminta tandatangani. Jadi siapa yang bohong sebenarnya,” sambungnya lagi.
“Untuk yang di Jakarta hanya sekitar delapan Ketua DPD II yang kabarnya tandatangan. Kami yang dari Plt Ketua nanti 3 Maret bertemu di Kota Makassar terkait hal itu,” Hoist menambahkan.
Pada 3 Maret itu, ia bersama lima Plt Ketua DPD II barulah disodorkan formulir dukungan itu. Ketua Koordinator Bidang (Korbid) Kepartaian Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Golkar Sulsel Arfandy Idris sekaligus sebagai Plt Ketua DPD II Golkar Bantaeng yang membawa dukungan itu salah satu cafe di Jalan Bontolempangan, Makassar. “Kami menolak untuk bertandatangan dengan alasan dan pertimbangan banyak hal,” jelasnya. Sebagaimana diketahui, dari enam Plt Ketua DPD II Golkar di Sulsel, hanya Arfandy Idris di Bantaeng terbilang aman.
Menurut Hoist, terkait pencalonan Kadir Halid misalkan dalam musda tidak ada masalah. Kadir juga merupakan kader dari Partai Golkar. “Yang tidak boleh dan salah apabila kami dipaksa untuk mendukungnya. Kenapa, kami juga punya pandangan lain yakni menginginkan figur yang lebih kapabel untuk Golkar lebih baik ke depan,” katanya.
Ia pun menceritakan awal mula dirinya diangkat sebagai Plt ketua DPD II Golkar Gowa. Hoist kala itu sebagai anggota DPRD Sulsel mengaku sedikit sulit salah satunya saat Pilgub lalu. Di mana, Plt Ketua DPD I Golkar Sulsel Nurdin Halid ikut juga mencalonkan. “Suara di Gowa baru pileg ini sangat turun drastis. Saat Pilgub lalu, kami sangat kesulitan karena tanggapan warga ke kami, cagub lainnya masih lebih bersih,” jelasnya.
Mengenai pergantian dirinya sebagai Ketua DPD II Golkar Gowa, ia masih mempertanyakan ke DPD I. “Tidak bisa diganti begitu saja, apalagi dengan semangat kemungkinan ingin menang di Musda,” katanya.
Sebelumnya, Kadir Halid lewat Kuasa Hukumnya, Hery Syamsuddin menampik kliennya itu akan maju di Musda. Ditegaskan, Ketua DPD I Golkar Sulsel Nurdin Halid tidak pernah mempengaruhi siapapun untuk memilih adiknya di Musyawarah Daerah mendatang.
Hery juga mengaungkap, keputusan DPD I Golkar Sulsel merotasi plt ketua DPD II di lima kabupaten/kota di Sulsel bukan karena ada kepentingan apapun termasuk adanya pengakuan sejumlah pihak, lantaran menolak memberi dukungan ke adik Nurdin Halid, yakni Kadir Halid. “Bukan karena kepentingan apapun. Itu hal biasa dalam berorganisasi,” ucap Hery. (*)