Beranda Makassar Sidang Ditunda, Korban Harap Eks Bendahara Brimob Polda Sulsel Dihukum Maksimal

Sidang Ditunda, Korban Harap Eks Bendahara Brimob Polda Sulsel Dihukum Maksimal

HERALDMAKASSAR.com – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan yang menjerat mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro yang rencananya digelar hari ini akhirnya ditunda.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ridwan Saputra membenarkan adanya penundaan sidang lanjutan perkara dugaan pidana penipuan yang agendanya telah memasuki tahapan pemeriksaan terdakwa tersebut.

“Salah satu dari anggota Majelis Hakim tidak hadir sehingga sidang ditunda dan rencananya digelar kembali Rabu (8/4/2020) mendatang,” kata Ridwan saat ditemui di Kantor Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (1/4/2020).

Ia berharap Rabu mendatang, sidang agenda pemeriksaan terdakwa bisa terlaksana dan selanjutnya memasuki tahapan sidang berikutnya yakni pembacaan tuntutan.

“Setelah agenda pemeriksaan terdakwa, kita memasuki tahapan pembacaan tuntutan. Kita harap Rabu mendatang ini sidang tak lagi tertunda,” jelas Ridwan.

Diketahui, dalam perkara dugaan pidana penipuan bernomor 115/Pid.B/2020/PN Mks, Jaksa Penuntut Umum mendakwa mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel, Yusuf Purwantoro dengan ancaman dakwaan primer Pasal 378 KUHPidana yang ancaman pidananya maksimal 4 tahun penjara.

Polisi berpangkat Inspektur Polisi Satu itu terjerat perkara dugaan penipuan saat ia menemui korbannya, A. Wijaya di Kabupaten Sidrap untuk meminta tolong dipinjamkan uang sebesar Rp1 miliar dengan alasan ingin membayar uang tunjangan kinerja (tukin) seluruh personil Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya telah ia gunakan guna kebutuhan lain.

Karena mengingat terdakwa merupakan kawan sekolahnya dulu, korban pun memberikan bantuan dana sesuai yang diminta oleh terdakwa melalui via transfer.

Namun belakangan uang yang dipinjam tersebut, tak kunjung dikembalikan oleh terdakwa hingga batas tempo yang disepakati. Terdakwa malah belakangan terus menghindar dengan memutuskan komunikasi dengan terdakwa. “Itikad baiknya hingga saat ini memang sudah tak ada,” kata korban, A. Wijaya.

Atas perbuatan terdakwa, selain menanggung kerugian besar, korban juga malu dengan keluarganya khususnya tantenya yang meminjamkan uang kepadanya.

“Uang yang saya berikan ke terdakwa itu uangnya tante dari hasil gadai sertifikat rumah di Bank. Jadi karena perbuatan terdakwa, saya harus menanggung beban membayar uang Bank,” terang Wijaya.

Ia berharap Majelis Hakim nantinya bisa menghukum terdakwa dengan hukuman maksimal agar kedepannya, terdakwa tak lagi mengulangi perbuatannya.

“Saya hanya minta keadilan kepada Majelis Hakim nanti agar terdakwa yang nota bene seorang penegak hukum bisa diganjar dengan hukuman berat karena dia telah menipu kami masyarakat kecil begini. Jaksa juga saya harapkan berikan tuntutan maksimal karena dalam fakta sidang unsur perbuatan pidana yang dituduhkan ke terdakwa itu sudah terpenuhi sempurna,” ungkap Wijaya

Selain pengakuan beberapa saksi tentang adanya peminjaman uang yang dilakukan terdakwa kepada korban senilai Rp1 miliar itu terungkap di dalam persidangan, juga adanya dukungan alat bukti lainnya berupa bukti transferan uang hingga salinan percakapan via pesan singkat terkait peminjaman uang oleh terdakwa ke korban yang dihadirkan JPU ke persidangan sebelumnya.

“Kami harap sekali lagi agar Majelis Hakim beri hukuman maksimal kepada terdakwa sebagaimana perbuatan terdakwa terbukti jelas dalam persidangan,” Wijaya menandaskan. (*)