HERALDMAKASSAR.com – Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia dalam waktu dekat akan merekrut relawan pemantau Pemilu setelah keluar sertifikat akreditasi lembaga ini dari Bawaslu RI nomor: 019/Bawaslu/X/2018.
Akreditasi lembaga sebagai pemantau Pemilu diserahkan oleh Bawaslu RI kepada Muhdasin mewakili KOPEL Indonesia tanggal 27 Februari 2019 yang lalu di kantor Bawaslu RI Jakarta.
KOPEL akan melakukan kerja-kerja pemantauan Pemilu pada 2 provinsi, yakni Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Menurut Muhdasin, ke dua daerah ini merupakan daerah yang paling banyak melakukan pelanggaran selama tahapan Pemilu 2019 berlangsung hingga hari ini.
“Temuan Bawaslu hingga Februari 2019 ini, Sulawesi Selatan tertinggi ke dua setelah Sulteng sebanyak 453 disusul Jawa Barat tertinggi ke tiga sebanyak 382 temuan,” ungkapnya.
Untuk memobilisasi sumber daya, KOPEL dalam waktu dekat akan melakukan rekrutmen pemantau Pemilu untuk ke dua daerah provinsi tersebut. Para pejuang demokrasi yang berbakat bisa bergabung sebagai relawan.
Dihubungi terpisah, Herman, Wakil Direktur KOPEL Indonesia pada kegiatan Sosialisasi Pemantauan Pemilu yang dilaksanakan oleh Bawaslu, 28 Februari 2019 kemarin di Hotel Horison Makassar, bahwa rekruitmen relawan pemantau akan segera dilakukan.
“Iya, kita akan rekrut relawan yang akan bekerja hingga hari H pencoblosan. Mungkin kita akan banyak manfaatkan teman-teman mahasiswa. Bawaslu juga sudah tandatangan MoU dengan sejumlah kampus, jadi kita manfaatkan semua sumber daya untuk berpartisipasi dalam melihat Pemilu ini lebih baik dan berintegritas,” katanya.
Kerja-kerja pemantauan dilakukan oleh KOPEL agar hasil Pemilu tidak lagi terpilih politisi busuk yang selama ini KOPEL istilahkan dengan “Caleg Cumi” saat mereka berkompetisi melakukan segala cara yang melanggar aturan untuk duduk sebagai Wakil Rakyat.
Dalam pemantauannya nanti, KOPEL akan lebih focus pada pengawasan potensi penyalagunaan kekuasaan/birokrasi dan poiltik uang hingga masuk 17 April 2019 mendatang dan sejumlah pelanggaran pada hari H pencoblosan di TPS.
“Tentu ada banyak potensi pelanggaran dalam pemilu yang bisa merusak integritas Pemilu, namun kedua isu ini memiliki daya rusak yang paling tinggi,” tutupnya.