HERALDMAKASSAR.com, Bone – Sudah lima bulan sejak berkas kasus penggelapan sertifikat tanah di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, dilimpahkan pihak Polres Bone ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bone, namun belum juga dituntaskan.
Tidak terlihat sedikitpun progres hukum dalam kasus ini sejak ditangani Kejari Bone pada 4 September 2018 lalu, padahal sudah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng Nurlaela dalam laporan polisi nomor: LP/ 26 / X / 2017 / Spkt / Res Bone / Sek Cenrana, tanggal 19 Oktober 2016, yang melaporkan dugaan penggelapan sertifikat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Nagauleng.
Kuasa Hukum pelapor Andi Muhammad Sabir, menjelaskan berkas kasus penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan kliennya atas nama H. Mappa, telah di P.19 kan sebanyak tiga kali.
“Sudah tiga kali di P.19 kan oleh jaksa peneliti yang dilengkapi dengan petunjuk,” ujar Andi Muhammad Sabir, Senin (21/1).
Menurut dia, salah satu point petunjuk dari jaksa peneliti yang ditujukan kepada penyidik adalah harus ada indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana, padahal diakuinya bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah dijelaskan semua, dan bahkan bukan sekedar niat tapi terlaksananya secara sempurnah perbuatan pidana.
“Dengan adanya P.19 yang memberi petunjuk seperti itu, jaksa peneliti seakan-akan tidak membaca BAP,” jelas Sabir.
Lanjut dia, pada hakikatnya kewenangan jaksa peneliti tidak bisa masuk ke substansi salah atau benar, karena itu kewenagan hakim.
“Sebaiknya jaksa tidak berlaku seperti itu, dalam kasus ini, mestinya sudah dilimpahkan ke pengadilan,” tegasnya.
Dikonfirmasi ke Polres Bone, pihak pelapor kembali melengkapi berkas sesuai petunjuk Kejari Bone, meski sebelumnya indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah tertuang dalam BAP yang diterima Kejari Bone.
Kasat Reskrim Polres Bone Iptu Muhammad Fahrun menegaskan bahwa berkas telah dilengkapi dan diserahkan kembali ke Kejari Bone pada Senin 21 Januari 2019.
Dalam kasus ini, terkait dengan lambannya progres hukum di Kejari Bone, Fahrun melihat adanya kemungkinan perbedaan penafsiran hukum antara pihak Polres dan Kejari Bone, karena menurutnya Polres Bone telah melengkapi berkas sesuai dengan asas hukum dan petunjuk yang diberikan Kejari Bone.
“Jadi saya kira, ini hanya persoalan perbedaan interpretasi (penafsiran) saja, kalau kami komitmennya ini harus tuntas karena sudah lengkap semua berkasnya,” jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (21/1).
Sementara itu, Kejari Bone dalam hal ini Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Erwin tidak ingin berkomentar banyak, dia hanya akan bicara soal kasus tersebut jika ada koordinasi dengan Kapala Kejari Bone.
“Untuk keterangan, saya koordinasi dulu sama Ibu Kajari, saya juga tidak bisa apa-apa karena masih ada di atas ku,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2016 lalu saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.
H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp. 350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal pihak BPN sudah menyerahkan ke kepala desa untuk dibagikan.
Majid Rahman
Ketgam: Kantor Kejaksaan Negeri Bone, Jalan Laksamana Yos Sudarso.
Kasus Penggelapan Sertifikat Tanah Desa Nagauleng Mandek di Kejari Bone, Ada Apa?
BONE – Sudah lima bulan sejak berkas kasus penggelapan sertifikat tanah di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, dilimpahkan pihak Polres Bone ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bone, namun belum juga dituntaskan.
Tidak terlihat sedikitpun progres hukum dalam kasus ini sejak ditangani Kejari Bone pada 4 September 2018 lalu, padahal sudah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng Nurlaela dalam laporan polisi nomor: LP/ 26 / X / 2017 / Spkt / Res Bone / Sek Cenrana, tanggal 19 Oktober 2016, yang melaporkan dugaan penggelapan sertifikat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Nagauleng.
Kuasa Hukum pelapor Andi Muhammad Sabir, menjelaskan berkas kasus penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan kliennya atas nama H. Mappa, telah di P.19 kan sebanyak tiga kali.
“Sudah tiga kali di P.19 kan oleh jaksa peneliti yang dilengkapi dengan petunjuk,” ujar Andi Muhammad Sabir, Senin (21/1).
Menurut dia, salah satu point petunjuk dari jaksa peneliti yang ditujukan kepada penyidik adalah harus ada indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana, padahal diakuinya bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah dijelaskan semua, dan bahkan bukan sekedar niat tapi terlaksananya secara sempurnah perbuatan pidana.
“Dengan adanya P.19 yang memberi petunjuk seperti itu, jaksa peneliti seakan-akan tidak membaca BAP,” jelas Sabir.
Lanjut dia, pada hakikatnya kewenangan jaksa peneliti tidak bisa masuk ke substansi salah atau benar, karena itu kewenagan hakim.
“Sebaiknya jaksa tidak berlaku seperti itu, dalam kasus ini, mestinya sudah dilimpahkan ke pengadilan,” tegasnya.
Dikonfirmasi ke Polres Bone, pihak pelapor kembali melengkapi berkas sesuai petunjuk Kejari Bone, meski sebelumnya indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah tertuang dalam BAP yang diterima Kejari Bone.
Kasat Reskrim Polres Bone Iptu Muhammad Fahrun menegaskan bahwa berkas telah dilengkapi dan diserahkan kembali ke Kejari Bone pada Senin 21 Januari 2019.
Dalam kasus ini, terkait dengan lambannya progres hukum di Kejari Bone, Fahrun melihat adanya kemungkinan perbedaan penafsiran hukum antara pihak Polres dan Kejari Bone, karena menurutnya Polres Bone telah melengkapi berkas sesuai dengan asas hukum dan petunjuk yang diberikan Kejari Bone.
“Jadi saya kira, ini hanya persoalan perbedaan interpretasi (penafsiran) saja, kalau kami komitmennya ini harus tuntas karena sudah lengkap semua berkasnya,” jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (21/1).
Sementara itu, Kejari Bone dalam hal ini Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Erwin tidak ingin berkomentar banyak, dia hanya akan bicara soal kasus tersebut jika ada koordinasi dengan Kapala Kejari Bone.
“Untuk keterangan, saya koordinasi dulu sama Ibu Kajari, saya juga tidak bisa apa-apa karena masih ada di atas ku,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2016 lalu saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.
H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp. 350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal pihak BPN sudah menyerahkan ke kepala desa untuk dibagikan.(*)