POJOKSULSEL.com – Generasi zaman now tidak perlu dijejali dengan teori-teori tentang Pancasila, yang dibutuhkan adalah praktik tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila.
“Anak milenial tidak bisa diajari satu arah tapi harus dua arah. Semakin didikte dia akan melawan. Begitu juga dengan mengajarkan Pancasila jangan kebanyakan teori tapi lewat praktik. Teori tetap ada tapi tidak banyak,” ujar Pengamat Pendidikan Robertus Budi Setiono menyikapi aksi radikalisme yang mulai masuk ke dunia pendidikan, di Jakarta, Jumat (1/6).
Untuk menangkal radikalisme, lanjutnya, dimulai dari rekrutmen guru. Jangan sampai sekolah meloloskan guru yang menganut paham radikal. Sebab, paham radikal dengan mudah ditularkan kepada siswa.
Peran orang tua dan lingkungan sosial juga menjadi faktor penentu anak terkontaminasi dengan radikalisme atau tidak.
“Terkadang di sekolah anak-anak sudah ditanamkan tentang sikap Pancasilais tapi begitu sampai di rumah dibengkokkan lagi oleh orangtuanya. Ini yang membuat anak galau dan mencari jawaban sendiri. Dan ini berbahaya bila si anak malah mendapatkan jawaban sesat,” tutur Robertus yang juga direktur Global Sevilla School ini.
Dia mencontohkan salah satu penerapan Pancasila yang diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini, yaitu perayaan hari-hari besar keagamaan. Seperti buka puasa bersama, lebaran, dan natal. Dalam agenda ini anak-anak dari berbagai suku, agama, dan ras berbaur jadi satu. Saat bukber atau lebaran, anak-anak serta ortu non muslim ikut menyiapkan kebutuhan acara. Sebaliknya saat natal, yang muslim ikutan sibuk.
“Dari sini diajarkan ke anak-anak kalau kita itu satu walaupun berbeda-beda. Ini salah satu pembentukan karakter Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi enggak usah anak-anak disuruh banyak menghafal teori tapi minim praktik,” ucapnya.
Anggota Dewan Pendidikan Jakarta Timur ini juga mengimbau masyarakat jangan mengkotak-kotakkan anak-anak. Dunia mereka masih sangat polos. Biarkan mereka tahu tentang 5 agama sehingga paham arti keberagaman.
“Yang suka membeda-bedakan itu kan orang dewasa. Anak-anak enggak tahu, jadi tolong jangan rusak mereka. Sebab radikalisme sangat mudah merasuki generasi milenia yang masa kanak-kanaknya sudah tertanam paham radikal,” tutupnya.
(jpnn/pojoksulsel)