POJOKSULSEL.com – Pemerintah akhirnya memutuskan memberikan THR (tunjangan hari raya) kepada tenaga honorer. Hanya saja, tidak semua honorer menikmati THR.
Informasi terkait pembayaran THR untuk tenaga honorer atau non-PNS disampaikan secara tertulis oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati Jumat malam lalu (25/5). Dia mengatakan pemerintah sudah mengalokasikan anggaran THR untuk tenaga honorer instansi pusat. Jumlahnya mencapai Rp 440,38 M.
’’Saat ini satker (satuan kerja, Red) pemerintah pusat telah mulai memproses pembayaran honor untuk pegawai honorer tersebut sesuai ketentuan,’’ tutur biasa dipanggil Bu Ani itu. Sehingga diharapkan honorer penerima honor sekaligus menerima THR sebelum Idul Fitri.
Ada dua klasifikasi honorer instansi pusat yang mendapatkan THR. Yakni honorer yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) seperti Menteri, mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan PP 19/2018 dan Peraturan Menteri Keuangan 53/2018. Honorer kelompok ini seperti dokter pegawai tidak tetap (PTT), bidan PTT, dan penyuluh KB.
Berikutnya adalah tenaga honorer yang diangkat oleh kepala satker. Contohnya adalah supir, satpam, pramubhakti, sekretaris, dan sejenisnya. Mereka diberikan THR sesuai dengan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), kontrak kerja, dan surat keputusan (SK) pengangkatan sebagai tenaga honorer.
Lantas bagaimana dengan tenaga honorer di instansi pemerintah daerah (pemda)?. ’’Berdasarkan informasi dari Kemendagri, daerah tidak menganggarkan THR atau gaji ke-13 bagi non PNSD (pegawai negeri sipil daerah, Red),’’ tuturnya. Alasannya adalah honor bagi tenaga honorer daerah melekat pada setiap kegiatan.
Kemudian untuk guru honorer daerah ketentuannya berbeda lagi. Pemda diberikan kewenangan mengucurkan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) kepada para guru honorer.
Pada praktiknya ada pemda yang memberikan TPP tetapi juga ada yang tidak memberikannya. Alasannya guru sudah mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) atau tunjangan khusus guru di daerah terpencil (TKG).
(jpnn/pojoksulsel)