POJOKSULSEL.com, MAKASSAR- Tim mantan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Mochammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) kembali menempuh jalur hukum lainnya.
Pasca putusan Panwaslu Makassar yang meminta DIAmi kembali diakomodir sebagai Paslon tak diindahkan oleh KPU Makassar.
Beberapa langkah hukum yang mereka persiapkan diantaranya yakni melaporkan Komisioner KPU Makassar ke DKPP, Bawaslu RI, KPU RI, Ombudsman hingga ke DPR RI.
Menanggapi hal tersebut Mantan Direktur LBH Makassar, Hasbi Abdullah, berpendapat, bahwa langkah yang ditempuh ini merupakan langkah hukum imajiner jilid II.
“Dari awalkan saya sudah sampaikan bahwa langkah yang mereka ambil ini ibaratnya langkah hukum imajiner, sebab dari awal putusan Mahkamah Agung yang mendiskualifikasi DIAmi itu final dan mengikat. Apapun hasilnya termasuk sidang sengketa di Panwaslu itu pasti tidak akan menggugurkan kesalahan DIAmi dan memang terbukti,” ungkapnya.
“Ini ada rencana lagi ke berbagai lembaga termasuk Ombudsman sampai DPR RI, saya bisa bilang ini langkah hukum imajiner jilid II dan pasti akan sia-sia,” paparnya.
Sebelumnya DIAmi didiskualifiasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang dikuatkan oleh kasasi Mahkamah Agung (MA) lantaran melanggar Undang-Undang No 10 Pasal 71 tentang penggunaan program pemerintah yang menguntungkan dirinya sebagai Paslon petahana.
Selanjutnya KPU Kota Makassar memutuskan untuk tetap berpedoman pada putusan Mahkamah Agung dalam menyikapi putusan Panwas Kota Makassar Nomor 002/PS/PWSL.MKS/27.01/V/2018 tertanggal 13 Mei 2018.
Menurut salah seorang komisioner KPU Makassar, Abdullah Manshur, usai menggelar rapat pleno di kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Rabu (16/5) Keputusan KPU Makassar Nomor 64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 merupakan tindak lanjut pelaksanaan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 250 K/TUN/Pilkada/2018 dan tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan Pasal 2 huruf (e) Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dapat dimintakan pembatalan.
Selain itu lanjutnya, putusan Panwas Kota Makassar atas Objek Sengketa Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 tersebut, dinyatakan tidak berhubungan dengan ketentuan Pasal 144 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang dimana ayat tersebut menyebutkan bahwa KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindak lanjuti putusan Bawaslu Provinsi dan/atau putusan Panwas Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
Koordinator Divisi Tekhnis ini juga menjelaskan lebih lanjut bahwa berdasarkan pasal 154 ayat 10 UU No.10/2016 secara tegas menyebutkan “Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat Final dan Mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali,”.
(pojoksulsel)