POJOK-SULSEL.com, PAREPARE – Ketua Panwaslu Parepare Muh Zaenal Asnun sebelumnya mengatakan, berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan terhadap laporan yang masuk dan hasil kajian pengawas pemilihan telah ia teruskan ke KPU Parepare untuk dipelajari.
“Jadi ditemukan memenuhi unsur pasal 188 juncto pasal 71 ayat 3 undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sehingga kita teruskan laporannya ke KPU untuk dipelajari. Sesuai aturan, KPU punya waktu selama tujuh hari untuk mempelajari laporan yang kita teruskan itu,” kata Zaenal.
Kajian Panwaslu yang diteruskan ke KPU adalah dugaan pelanggaran administrasi pasal 188 juncto pasal 71 ayat 3 yang isinya Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Di rekomendasi Panwas ke KPU Parepare tidak menyebutkan sanksi diskualifikasi atau pembatalan pasangan calon.
Komisioner KPUD Parepare Divisi Hukum, Hasruddin, mengungkapkan pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan KPU Pusat.
“Sementara ini masih rangkaian koordinasi,” tulis Hasruddin, melalui pesan WhatsApp miliknya.
Saat ditanya apakah pihak KPUD Parepare juga kemudian nanti akan melakukan konsultasi atau meminta pertimbangan dari tim ahli dalam mengambil keputusan.
“Kita menunggu petunjuk dan hasil telaah, semua masih dalam proses,” jawab Hasruddin.
Ditempat lain, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Dr Aminuddin Ilmar meluruskan informasi yang berkembang bahwa rekomendasi Panwaslu ke KPU Parepare, adalah diskualifikasi pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota, Taufan Pawe-Pangerang Rahim.
Menurut Prof Aminuddin Ilmar, rekomendasi yang diterima KPU dari Panwaslu Parepare tidak serta merta merupakan rekomendasi pembatalan calon.
Namun rekomendasi itu, untuk melakukan pengkajian ulang secara cermat dan membuktikan secara gamblang, atas dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan Petahana, Taufan Pawe.
“Rekomendasi itu tidak selalu pembatalan calon, hati-hati berargumen. Tidak mudah menentukan pelanggaran yang dilakukan petahana karena ukurannya harus jelas. Program itu dilakukan tidak dalam konteks pemerintah kota,” ingat Prof Aminuddin yang dihubungi lewat telepon, Selasa, 1 Mei 2018.
Pakar hukum tata negara dan administrasi pemerintahan Unhas ini menekankan, semua pihak harus menyikapi dengan bijak setiap permasalahan, bukan berdasarkan kepentingan.
“Ini harus dicermati, apalagi isi rekomendasi itu pasal 71 ayat 3, bukan ayat 5 yang berisi rekomendasi diskualifikasi,” urai Prof. Ilmar.
Sementara Praktisi Hukum Pemilu nasional, Ahmad Irawan. Ahmad Irawan berpedapat, putusan atau rekomendasi pembatalan calon bagi petahana harus dicermati sedetail mungkin.
“Harusnya keputusan atau rekomendasi tidak diobral seperti itu dan penanganan permasalahan hukum pemilu harus ditangani secara hati-hati dan akuntabel agar tak memicu konflik di tengah-tengah masyarakat dan dapat mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu,” tutur Irawan.
Sebab itu, kata dia, penyelenggara dan pengawas pemilihan harus hati-hati dalam mengelola tahapan atau menangani setiap permasalahan hukum pemilu yang dilaporkan. (rilis/pojoksulsel)