POJOKSULSEL.com, LUWU TIMUR – Kisruh sistem zonasi pada PPDB 2018 ini menjadi topik pembicaraan di Luwu Timur bahkan di kabupaten-kabupaten lainnya, aturan itu termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018.
DPRD Luwu Timur mengundang Dinas pendidikan Kabupaten Luwu Timur dan juga masing-masing kepala UPTD SMA/SMK yang tersebar di Luwu Timur untuk membahas soal dugaan 179 anak di daerahnya terancam tak mendapatkan sekolah akibat aturan zonasi di permendikbud dimaksud.
Rapat ini dihadiri oleh Ketua DPRD Luwu Timur H. Amran Syam, Ketua Komisi I HM Sarkawi A. Hamid, Anggota DPRD Efraem dan Badawi Alwi, Kepala Dinas Pendidikan La Besse, Ketua PGRI Luwu Timur dan Kepala UPTD SMA/SMK se-Luwu Timur.
“Sampai pada hari ini menurut data yang sampai di DPRD, sebanyak 179 anak didik kita yang tidak tertampung di SMA/SMK di Luwu Timur,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Sarkawi Hamid di Kantor DPRD. Rabu (18/7/2018).
Sarkawi mengatakan pemerintah pusat harusnya tidak menyamakan Luwu Timur dengan daerah perkotaan seperti Kota Makassar dan Kota Pare-Pare yang luas daerahnya tidak sampai 300 meter persegi, sedangkan di Luwu Timur luasnya mencapai 6.900 meter persegi. Dimana hanya ada 1 SMA ditiap kecamatan dengan jarak antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya puluhan kilometer.
“Hal yang sangat mencolok terlihat disini, dengan luas wilayah itu di Luwu Timur faktanya dalam 1 kecamatan hanya 1 SMA/SMK.” ujar Sarkawi.
Karena itu lanjutnya pihak provinsi harus memperhatikan secara sungguh-sungguh permasalahan ini. Menurutnya salah satu yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah disarankan agar dibuka kembali kesempatan untuk mendaftar melalui sistem zonasi dengan menambah Rombongan Belajar (Rombel) pada sekolah yang kelebihan jumlah siswa yang tidak tertampung.
Sementara itu, Ketua DPRD H. Amran Syam menuturkan pengalihan kewenangan SMA/SMK dari kabupaten ke provinsi berdasarkan UU 23/2014 telah banyak menimbulkan permasalahan baru dari meubeler hingga kini yakni PPDB. Menurutnya aturan zonasi PPDB tidak dapat diterapkan di Luwu Timur.
“tentunya ini mengundang keprihatinan, kami tidak ingin anak Luwu Timur menjadi tidak diperhatikan akibat kewenangan yang telah dialihkan ke provinsi,” tandas Amran.
lanjutnya untuk pendidikan tingkat SMA ini, pihaknya di DPRD akan membentuk Panja. Panja ini bukan cuma membahas persoalan yang timbul dalam PPDB tapi meminta pemerintah mengembalikan penanganan pendidikan SMA ini kembali ke daerah dari yang selama ini ditangani provinsi.
Ditambah lagi, selama provinsi yang menangani sistem pendidikan di tingkat SMA, orang tua mengeluh karena harus keluar biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan sekolah di Lutim juga sudah meminta pihak ketiga untuk melengkapi fasilitas pendidikan
“Maka tidak salah kalau kami mendorong agar pendidikan SMA/SMK ini kembali ditangani Luwu Timur,“ terang Amran.
(tommy setiawan/ DPRD Lutim/ pojoksulsel)