POJOKSULSEL.com, PINRANG – WWF Indonesia bekerjasama dengan PT Bogatama Marinusa (BOMAR) melakukan penanaman 10 ribu mangrove di kawasan tambak, kawasan pesisir, dan kawasan pematang tambak di Kabupaten Pinrang, Sabtu (23/6/2018).
Penanaman bibit mangrove secara serentak tersebut dilakukan di kawasan tambak milik Haji Tantang yang berlokasi di Kelurahan Pallameang, Kecamatan Mattirosompe serta pesisir dan pematang tambak di Desa Tasiwali’e, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang.
Penanaman bibit mangrove secara serentak itu melibatkan para relawan dari kalangan mahasiswa dan pemuda. Mereka berasal dari 14 komunitas yang bergerak di bidang lingkungan. aksi penanaman mangrove juga melibatkan anggota pramuka.
Selain itu, Japanese Consumers’ Co-operative Union (J CCU) bersama Pemerintah Kabupaten Pinrang, dan jajaran penyuluh perikanan juga terlibat dalam kegiatan penanaman mangrove serentak.
Aquaculture Staff WWF Indonesia, Idham Malik menjelaskan, WWF Indonesia menargetkan 60 ribu bibit mangrove dapat ditanam secara bertahap, yang tersebar di lokasi dampingan WWF. Gerakan penanaman puluhan ribu mangrove ini dilakukan untuk mengembalikan ekosistem mangrove di Kabupaten Pinrang hingga 30 hektare.
Terlebih, mangrove merupakan habitat krisis. Tentunya dibutuhkan upaya konservasi dan rehabilitasi kawasan hutan mangrove. Sehingga, masyarakat diharapkan dapat mengebalikan 50 persen kawasan mangrove yang sebelummya dijadikan tambak.
“Apalagi mangrove merupakan habitat kritis yang perlu dikonservasi dan direhabilitasi,” kata Idham.
Dia menjelaskan manfaat kelestarian ekosistem hutan mangrove sebagai penentu tumbuh kembangbangnya berbagai habitat perikanan, dalam meningkatkan daya dukung lingkungan perairan tambak. Di antaranya perbaikan kualitas air, mereduksi penyebab penyakit udang berupa virus dan bakteri.
“Dalam habitat mangrove terdapat keanekaragaman hayati yang tidak dapat digantikan perannya dalam keseimbangan ekosistem pesisir,” kata Idham.
Ekosistem mangrove juga dapat meningkatkan produktivitas bagi tambak di sekitarnya, yang tentunya dapat menambah kesejahteraan pembudidaya udang.
Sementara itu, Koordinator Aquaculture Program WWF Indonesia, Cut Desyana terus mendorong agar budidaya tradisional udang windu di Pinrang tetap mengedepankan aspek ramah lingkungan, dan dapat berdayasaing dengan produk dari negara lain di pasar internasional.
Desy mengatakan, budidaya ramah lingkungan harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Dari aspek lingkungan dilakukan dengan cara merehabilitasi lingkungan sekitar tambak, terkhusus pada kawasan mangrove.
Kemudian dari aspek sosial adalah, memperhatikan dan sejahterakan masyarakat sekitar dan produk yang dihasilkan dapat bersaing secara internasional.
(muh fadly/pojoksulsel)