HERALDMAKASSAR – Masyarakat diminta agar berhati-hati dan tidak asal ikutan dalam mengikuti seruan boikot. Sebab, boikot dapat menjadi bumerang jika tidak dilakukan secara seksama dan terukur.
Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta, Muslich mengatakan boikot yang tidak terukur dapat berbuah gelombang PHK kepada masyarakat.
Maka dari itu, dia meminta masyarakat memiliki strategi yang tepat agar tidak jatuh korban dari masyarakat.
“Dalam konteks isu (boikot) jangan ada korban kalau bisa. Tapi strategi boikot itu kita pola sedemikian rupa sehingga menjadikan isu itu tidak menjadi sesuatu bumerang bagi kita,” kata Muslich
Salah satunya adalah dengan mendorong kebijakan di level pemerintah agar tidak lagi berhubungan secara government to government (G2G) dengan Israel.
Seperti diketahui, meski Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik formal, namun kedua negara tetap menjaga kontak perdagangan, pariwisata dan keamanan.
Menyitir kementerian perdagangan (kemendag), impor dari Israel untuk Indonesia meningkat ratusan persen secara tahunan (yoy). Pada periode Januari hingga April 2024, impor Israel ke Indonesia meningkat 336% secara yoy menjadi US$29,2 juta atau setara dengan Rp479,6 miliar.
Perdagangan antar kedua negara tidak hanya sampai pada produk fisik semata namun juga software atau perangkat lunak mata-mata.
Sejak tahun 2017, sejumlah perusahaan asal Israel ditengarai telah menjual teknologi penyadapan ke Indonesia seperti Pegassus untuk menyadap perangkat elektronik.
Investigasi Amnesty International menemukan teknologi dan alat-alat penyadapan itu dipesan sejumlah lembaga negara, di antaranya Polri dan Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN).
Dia menyebut, melalui pemutusan relasi G2G, tekanan ekonomi dapat lebih dirasakan oleh Israel. Hal itu tentunya akan lebih berdampak pada agresi militer Israel kepada Palestina.
“Yang harus kita lakukan sehingga dampak boikot sendiri akan dapat bermanfaat untuk kepentingan politik luar negeri kita terkait dengan agresi itu,” ucap Muslich.
“Bagaimana strategi kita [boikot] jalan tapi korban jangan sampai terjadi yang begitu dahsyat,” sambung Muslich.
Menurutnya, tanpa boikot, ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu, tidak perlu aksi tambahan yang dapat memperparah kondisi ekonomi.
Lemahnya ekonomi Indonesia saat ini dibuktikan dengan pernyataan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang menyebut Indonesia mengalami deflasi yang selama empat bulan berturut-turut. Hal itu mengindikasikan daya beli masyarakat yang melemah.
Selain itu, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin marak. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebut jumlah buruh korban PHK menembus 46 ribu orang sepanjang tahun 2024.
“Tidak ada upaya boikot saja pengangguran di indonesia itu kan sekarang sudah pada titik yang sangat mengkhawatirkan,” ungkap Muslich. (*)