HERALDMAKASSAR.COM – Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau yaitu 17.504 pulau, 95.181 KM garis pantai dan potensi alam yang indah. Namun, dalam sektor pariwisata bahari masih belum berkembang, maka dipandang perlunya peran pemuda dalam mendorong regulasi terkait pariwisata maritim dan ekonomi kreartif wilayah pesisir.
Hal itu dikarenakan kaum muda baik dari generasi milenial maupun generasi zero merupakan tunas-tunas bangsa masa depan.
Bahkan, kaum muda merupakan agen perubahan untuk demokrasi yang lebih baik kedepannya, tongkat estafet, khususnya terkait regulasi dimana partai politik merupakan wadah tempat lahirnya seorang politisi dan
regulasi yang akan berpihak untuk rakyat dan mendorong terwujudnya NKRI menjadi poros maritim dunia.
Untuk itu, Sekolah Politisi Muda (SPM) angkatan V yang berwadah dalam Yayasan SATUNAMA Yogyakarta menggelar webinar dan diskusi publik dengan tema “Mendorong Pengesahan RUU Daerah kepulauan di Indonesia” dan sub tema “Peran Pemuda dalam Mendorong Regulasi Terkait Pariwisata Mritim dan Ekonomi Kreartif Wilayah pesisir”, pada Sabtu 28 Januari 2022.
Webinar dan dan diskusi publik tersebut menghadirkan narasumber dari DPR RI Komisi X yaitu Hj. Ledia Hanifa Amalia, S.Si., M.PSi.T, dan Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, MS yang merupakan Penasehat Menteri KKP RI dan dewan pakar ASPEKSINDO.
Serta terkhusus untuk kaum muda, perempuan pesisir, jaringan aktivis yang concern dibidang pariwisata dan lingkungan, serta politikus-politikus muda lintas partai
di seluruh Provinsi di Indonesia.
Ledia Hanifa Amalia yang merupakan pengurus perempuan parlemen Asia mengatakan bahwa tidak mudah dalam mendorong sebuah undang-undang karena begitu banyak kepentingan didalamnya dan terkadang butuh waktu yang begitu lama.
“Salah satunya adalah terkait regulasi yang lebih sensitif gender untuk kaum perempuan pesisir. Berbicara pulau, laut dan pesisir tentu tidak lepas dari kaum perempuan yang juga mempunyai peranan penting dalam meningkatkan sektor perekonomian khususnya pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujarnya.
“Yang perlu kita siapkan berfikir jangka panjang yakni berpihak pada masyarakat pesisir, berfikir kolaboratif, kesiapan melakukan pemberdayaan, endurance, mengasah empati. Mengapa empati? Karena tidak semua orang peka akan hal ini. Saya berharap kaum muda saat ini dapat berani mengambil peran untuk kedepannya,” sambung Politisi PKS ini.
Sementara, menurut Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, MS menyampaikan bahwa perlu transformasi struktur ekonomi seperti ekonomi hijau dan ekonomi digital sesuai pilar pembangunan Indonesia yaitu pembangunan manusia dan penguassan IPTEK, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.
“Salah satu sektor yang perlu didukung adalah pariwisata bahari karena sektor ini sangat mampu memberikan
konstribusi yang besar terhadap PDB di Indonesia apa lagi kita memiliki banyak destinasi wisata yang menarik tak kalah dengan manacanegara namun masih kalah dalam sistem pengelolaan dan mahal dalam kategori wisata domestik,” terang Guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University.
Sekadar diketahui, webinar dan diskusi publik yang selenggarakan oleh SPM angkatan V merupakan tugas akhir sebelum wisuda oleh kelompok III yang terdiri dari enam delegasi partai dari Demokrat Sulsel (Andi Hasrawati S), Nasdem Sulsel (Rifka Chalik Suang), PKS Jawa Barat (Ridwan Nurdin Mufti), PKB Pangandaran (Opik Hidayat), Gerindra Jatim (Anita Karolin), dan PAN DIY (Ridho Bayu Nugroho).
Andi Hasrawati S yang merupakan PIC dalam acara tersebut mengatakan Sekolah Politisi Muda (SPM) adalah program pendidikan politik dan demokrasi bagi politisi muda di Indonesia, dibawah Payung Program Civilizing Politics for Indonesian Democracy (CPID).
“Sebenarnya dalam webinar ini ada tiga narasumber yang kami undang, salah satunya adalah Bapak Menteri Parekraf (Sandiaga Uno), namun sayang beliau tidak dapat hadir, namun alhamdulillah semua berjalan lancar walaupun terdapat banyak kendala tentunya dalam kondisi seperti sekarang ini masih dalam situasi covid-19 sehingga adanya keterbatasan waktu dalam pemaparan materi dan peserta,” kata wanita yang akrab disapa Aca’ ini.
Kata dia, SPM berangkat dari keresahan akan kondisi politik yang masih bersifat transaksional, money oriented, korup, kurangnya kapasitas dari politisi dan masih rendahnya keterwakilan perempuan.
“Kemudian kasus korupsi yang banyak menjerat politisi sehingga mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat kepada Parpol dan Politisi itu sendiri. Serta sistem rekruitmen kader partai yang buruk membuat banyak politisi muda yang nir-kapasitas dan nir-integritas,” pungkasnya.
Melihat dan merespon kondisi tersebut SATUNAMA mulai menggagas sebuah wadah bagi para politisi muda untuk diberikan pengetahuan, wawasan dan nilai-nilai dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.