HERALDMAKASSAR.COM – KAHMI Preneur Sulawesi Selatan mendesak agar Menteri BUMN Eric Tohir mencopot jajaran Direksi dan Komisaris Bank BRI karena dinilai gagal dalam mengendalikan penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat. Perombakan manajemen bank pelat merah tersebut perlu dilakukan menyusul banyaknya KUR fiktif.
“Kasus KUR fiktif masih saja terjadi. Ini tidak hanya merugikan bank tersebut (BRI) tetapi juga merugikan masyarakat kita yang namanya dicatut oleh oknum-oknum yang berasal dari internal bank itu sendiri,” kata pengurus KAHMNI Preneur Sulsel, Asdar Tukan, Senin (23/08/2021).
Asdar mencontohkan kasus yang terjadi di Kabupaten Pinrang yang menimpa ratusan warga setempat. Nama mereka masuk dalam catatan hitam (black list) Bank Indonesia karena identitasnya tercantum sebagai penerima KUR yang kemudian macet.
Padahal, mereka ini tidak pernah menerima KUR dari BRI. Yang terjadi adalah KTP mereka dipinjam oleh oknum-oknum tertentu yang kemudian digunakan untuk mengajukan kredit di bank. Yang terjadi kemudian, para oknum tersebut yang menikmati dana KUR tersebut sementara warga yang dicatut namanya tersebut harus tersandera sebabagi debitur yang macet,
“Artinya manajemen perbankan ini (BRI) gagal dalam melakukan pengawasan sampai ke tingkat cabang sehingga para direksi dan komisaris sangat layak untuk dievaluasi. Termasuk kepala wilayah (Sulawesi Selatan) dan kepala cabang (Pinrang) harus bertanggungjawab,” kata Asdar.
Selain kasus di Pinrang, dalam catatan KAHMI Preneur KUR fiktif juga terjadi di Manado (Sulawesi Utara), Magelamg (Jawa Tengah, dan Cibinong (Jawa barat). “Tentu masih banyak lagi kasus serupa di daerah lain. Ada yang sudah ditangani aparat kepolisian dan kejaksaan namun ada pula yang belum tersentuh oleh aparat penegak huku,” jelas Asdar.
Terkait dengan hal tersebut, maka KAHMI Preneur mendesak sebagai berikut:
1. Menteri BUMN Mencopot manajemen pusat hingga ke tingkat cabang BRI karena telah merugikan keuangan negara dan juga merugikan masyarakat.
2. Aparat kepolisian dan kejaksaan yang sudah menangani kasus tersebut agar bersikap tegas dengan menuntut hukuman yang maksimal kepada para pelaku sindikat KUR fiktif tersebut.
3. Jajaran DPR RI harus ikut melakukan pengawasan terhadap penanganan kasus KUR fiktir ini agar tidak mudah dipermainkan.
“Itulah yang menjadi tuntutan kami dengan harapan kasus serupa bisa diminimalisir sehingga kerugian keuangan negara dan kerugian masyarakat awam tidak terulang lagi,” tutup Asdar dalam rilisnya. (Rls)