HERALDMAKASSAR.COM – Polemik antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polman Sulawesi Barat yang menolak mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah tersebut, terus mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Salah seorang alumni UNM, Mudabbir Hasan Basri sangat menyayangkan hal tersebut. Apalagi, Pemkab Polman sebelumnya menerima mahasiswa KKN dari perguruan tinggi lain, dalam kondisi pandemi Covid-19.
Mantan Presiden Mahasiswa (Presma) UNM tahun 2017 itu juga menanggapi pernyataan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Polman, Aco Musaddad.
Sebelumnya, Aco diduga menyebut pihak UNM berbohong terkait data mahasiswa KKN UNM asal Polman. Namun menurut Mudabbir, pihak pemkab mencoba membuat pengalihan dari subtansi masalah.
Letak permasalahan utama harusnya ada pada kebijakan Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar (AIM) yang menangguhkan Mahasiswa KKN asal UNM karena alasan pandemi. Ia menilai AIM telah keliru memaknai skema lock down dan PPKM.
“Pemda Polman mesti bisa bedakan lockdown dan PPKM. Kebijakan nasional sekarang itu PPKM artinya pembatasan aktivitas bukan meniadakan aktivitas termasuk KKN. Bupati Polman yang menangguhkan KKN itu bisa jadi akan dianggap masyarakat tidak pro pendidikan,” terang Mudabbir dalam keterangannya, Senin (26/7/2021).
Ia mengatakan bahwa semestinya skema ideal yang ditempuh Pemkab Polman adalah memperketat penerapan protokol kesehatan. Menurut Mudabbir, Pemkab mestinya lebih kepada mempersyaratkan hal administrasif sebagai bukti bebas covid-19 seperti sertifikat vaksin, PCR bahkan bila perlu membuat MoU agar semua program kerja KKN tidak menimbulkan kerumunan.
“Bukan penangguhan yang mestinya dilakukan. Tapi mempersyaratkan bukti administratif bebas covid-19 seperti sertifikat vaksin, PCR atau bila perlu MoU kesepakatan untuk tidak membuat program kerja yang menimbulkan kerumunan. UNM saya kira salah satu kampus yang menjadi pelopor penanganan Covid, terbukti dengan semua peserta KKN disediakan dan diwajibkan vaksin terlebih dahulu sebelum ke wilayah terkait,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mahasiswa Magister Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) ini punya analisa psikologi tentang fenomena tersebut. Aspek persepsi resiko menjadi alasan Mudabbir menilai kebijakan ini kurang etis.
“Persepsi resiko dalam hal ini dapat menjadi instrumen untuk melihat tingkat kecemasan AIM dalam menyikapi kedatangan peserta KKN. AIM barangkali bisa dinilai memiliki persepsi resiko yang berlebihan kepada peserta KKN. Pasalnya kegiatan KKN ini seperti dipandang sebagai episentrum besar peningkatan kasus covid. Padahal sebelum datang ke lokasi, pihak penyelenggara KKN telah menyelenggarakan protokol kesehatan yang ketat kepada peserta sebelum terjun ke lokasi, semua peserta sudah divaksinasi,” ungkapnya.
Sejatinya KKN merupakan program pengabdian masyarakat yang bertujuan agar mahasiswa bisa mempraktekkan secara nyata ilmu yang telah didapatkan pada dunia kampus. Semua wilayah semestinya menjadikan peserta KKN sebagai mitra dalam mengatasi masalah sosial yang terjadi.
Artinya, menurut Mudabbir, Pemkab Polman mestinya memberdayakan mahasiswa sebagai mitra dalam upayanya mengatasi peningkatan kasus covid-19. Salah satu program yang bisa dikerjasamakan adalah pembentukan komunitas percontohan protokol kesehatan. Pemda bisa memberi arahan khusus kepada mahasiswa KKN agar mempromosikan protokol kesehatan, bukan sebaliknya malah menolak kehadiran mahasiswa KKN.