HERALDMAKASSAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) non-aktif Nurdin Abdullah, dengan memanggil 7 orang saksi. Mereka yang dipanggil untuk diperiksa merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
Adapun 7 orang yang dipanggil adalah Herman Parudani, Ansar, Hizar, Suhasril, A Yusril Mallombasang, Asirah Massinai dan Astrid Amirullah.
“Dilakukan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 12 Maret. Pemeriksaan tersebut, sambungnya, digelar di Mapolda Sulawesi Selatan.
Belum diketahui materi pemeriksaan yang ditanyakan pada tujuh orang saksi tersebut. Namun, mereka diduga mengetahui kasus suap dan gratifikasi ini.
Diberitakan sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: VOI