HERALDMAKASSAR – Lebih dari 100 perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) berkumpul di Makassar untuk saling belajar dan melakukan refleksi atas tantangan terhadap ruang sipil dan peluang untuk memperkuat demokrasi serta pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.
Perwakilan masyarakat sipil ini berkumpul dalam acara Indonesia Civil Society Forum (ICSF) untuk regional Indonesia timur yang digelar tahun ini.
Melanjutkan kesuksesan empat pertemuan sebelumnya, ICSF ke-5 pada tahun ini menyelenggarakan pertemuan dengan format yang sedikit berbeda.
Sebelumnya hanya dilakukan di tingkat nasional di Jakarta saja, tahun ini ICSF berkeliling ke tiga region di Indonesia sebelum akhirnya mengumpulkan masyarakat sipil di tingkat nasional.
Di Indonesia, kerja-kerja masyarakat sipil mencoba menjangkau masyarakat yang paling rentan, terpinggirkan, dan secara langsung terdampak.
Kerja-kerja ini seringkali mengisi kekosongan dan membantu inisiatif-inisiatif pemerintah dalam banyak isu, mencakup isu lingkungan, perempuan, Hak Asasi Manusia (HAM), isu kelompok disabilitas dan lainnya.
Dengan banyaknya lingkup kerja OMS di Indonesia, diperlukan adanya wadah untuk aspirasi serta ruang berbagi. Indonesia Civil Society Forum menjawab kebutuhan tersebut.
Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI, Muhammad Yusran Laitupa mengatakan Forum ini penting untuk mencatat berbagai tantangan, kesulitan maupun pelemahan yang sedang dihadapi bersama.
“Dan juga sama pentingnya untuk mengapresiasi
dan merayakan setiap perubahan positif, dukungan, dan kolaborasi yang telah dicapai dan terjalin hingga saat ini,” ujarnya.
Selaras dengan hal itu, Ilham Saenong dari Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial mengutarakan pihaknya dapat melihat antusiasme peserta, baik yang berasal dari kota terdekat, Makassar, maupun yang jauh-jauh datang dari ujung pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.
“Forum dua hari ini menjadi kesempatan kita untuk saling belajar dan memaknai ulang apa dan siapa yang kita perjuangkan, ruang sipil seperti apa yang harus tersedia, dan bagaimana kita mengupayakannya. ICSF ini menjadi forum dan ruang aman bagi kita semua untuk masyarakat
sipil berefleksi dan berstrategi,” urainya.
Saat ini, masyarakat sipil di Indonesia tengah menghadapi banyak ragam tantangan. Misalnya, minimnya akses kepada fasilitas publik untuk gerakan kelompok disabilitas serta penyempitan ruang sipil dari berbagai arah.
Akses fasilitas publik untuk kelompok disabilitas seringkali ditemui di region Timur di Indonesia, tidak hanya itu, di beberapa desa kelompok disabilitas
seringkali dianggap seperti hal yang memalukan sehingga disembunyikan oleh keluarganya.
Penyempitan ruang sipil misalnya dapat dilihat dalam adanya narasi-narasi kemungkinan masuknya aparatur negara ke ruang sipil dengan banyaknya Rancangan Undang-Undang (RUU) yang membuka adanya kesempatan kembalinya Indonesia ke rezim yang lebih represif, seperti RUU Perubahan UU TNI.
Jika lolos, organisasi masyarakat sipil khawatir akan lebih banyak represi terhadap masyarakat sipil. Secara internal, masyarakat sipil juga mengutarakan bahwa adanya kebutuhan untuk regenerasi dalam gerakan agar pengetahuan dan kekuatan tidak berpusat kelompok tertentu saja.
“Ada kepentingan untuk terjadi regenerasi dan keterlibatan orang muda di organisasi agar pengetahuan tidak terkumpul di satu orang saja”, ujar Cung, salah satu perwakilan organisasi masyarakat sipil.
Tantangan lain adalah mekanisme pendanaan yang perlu lebih inklusif dan ramah bagi OMS di tingkat tapak yang memiliki kapasitas terbatas. Walaupun banyak tantangan, masyarakat sipil tetap terus bergerak dan berinisiatif untuk memperkuat demokrasi melalui kerja-kerjanya dalam berbagai isu.
Misalnya, Econusa yang bekerja di Papua dan Maluku berhasil melakukan sociopreneurship untuk penggalangan dana, tidak hanya bagi organisasi, namun bagi koperasi-koperasi masyarakat yang dinaungi oleh organisasinya.
WALHI Sulawesi Selatan, misalnya juga secara terus menerus mengkampanyekan keadilan iklim bagi masyarakat yang paling terdampak atas industri ekstraktif.
Secara umum, OMS juga seringkali melakukan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan serta pendampingan kasus sehingga terjadinya advokasi yang baik untuk isu-isu tersebut.
Puncak acara ICSF 2024 akan berlangsung akhir bulan September di Jakarta dan akan menjadi forum ke-lima ICSF sejak dilaksanakan pertama kali di tahun 2018.
Acara ini akan menjadi momentum refleksi, penyusunan strategi dan pembelajaran kolektif bagi penguatan gerakan dan demokrasi untuk masyarakat sipil di Indonesia. (*)