HERALDMAKASSAR – Anggota DPRD Kota Makassar, Nasir Rurung menilai untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan, maka perlu program yang memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki.
Hal tersebut disampaikan Nasir Rurung saat menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan, di Hotel Grand Maleo Makassar, Sabtu (28/5/2022).
“Untuk menjaga kesetaraan gender itu adalah harapan kami semua, yang terlibat dalam di dalam pengarusutamaan gender ini adalah pemerintah, swasta dan lembaga lainnya,” ujar Nasir Rurung.
Menurut Politisi Partai Berkarya ini, generasi penerus bangsa harusnya diantar kepada pemahaman berkreativitas dan mandiri serta memberikan keterampilan dalam hal strategi pembangunan daerah.
“Apa yang terjadi saat ini dimana peran orang tua sangat penting, namun masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya,” terangnya.
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Achi Soleman menyampaikan, Perda ini sangat memberi manfaat untuk program Pemerintah Kota Makassar. Misalnya, menjadi indikator mengenai angka Indeks Pembangunan Manusia.
“Melalui Perda Pengarusutamaan Gender ini kita semua dapat mengetahui bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam setiap rumah tangga. Ada batasan yang perlu diperhatikan sehingga hak dan kewajiban bisa berjalan dengan baik,” papar Achi.
Menurutnya, sosialisasi Perda ini merupakan perjuangan terhadap penyetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Itu sama dengan tema Perda soal gender.
“Jadi perempuan bukan hanya memiliki tiga kemampuan yaitu di Dapur, Sumur dan Kasur ini sebenarnya kalimat yang masih relevan dipakai untuk saat ini mengingat makna yang terkandung di dalamnya sebenarnya sangat luar biasa,” ungkapnya.
Sementara itu, Tenaga Pendidik Al-Azhar, Suhaeda menyampaikan perempuan boleh bekerja tapi di wilayah softskill, tidak boleh bekerja yang berat karena ada fisik yang tidak harus melakukan sesuatu yang dilakukannya.
“Untuk melakukan sinergitas dalam pembangunan baik laki-laki maupun perempuan, ada potensi akal dan hati itu sama. Yang membedakan hanya aspek fisik, akal bisa di asa bisa melahirkan pekerjaan yang sifatnya softskill,” jelasnya.
“Pertanyaannya maukah ibu-ibu melakukan itu? namun faktanya sekarang masih banyak kaum perempuan yang sudah berkeluarga bekerja keras layaknya seperti seorang kepala rumah tangga, itu bisa kita lihat di jalanan dan di pasar atau tempat umum lainnya,” sambungnya.
Disisi lain, perempuan juga bisa menjadi leader atau pemimpin. Contohnya, kata Suhaeda, perempuan yang menjadi Rektor, Kepala Perusahaan, tapi pekerjaan itu tidak menggangu aktivitas kesehatan, melainkan lebih kepada karir.
“Ini penting karena pengarusutamaan gender harus lebih diperhatikan kembali dan direalisasikan secara menyeluruh. Perwujudan kesetaraan dan keadilan gender sangat berpengaruh dalam pembangunan daerah,” pungkasnya. (*)