HERALDMAKASSAR.COM, JAKARTA – Realiasi anggaran Insentif Tenaga Kesehatan Daerah (Inakesda) naik signifikan setelah dilakukan asistensi dan monitoring secara berkala. Hal itu dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPKP, dan pemerintah daerah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, dalam jumpa pers virtual pada Senin (19/7/2021), mengatakan, kenaikan itu juga terlihat pasca Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian memberikan teguran kepada 19 gubernur dan 410 wali kota dan bupati yang alokasi inakesda-nya masih di bawah 25 persen, pada 14 Juli lalu.
Sayangnya, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi satu dari enam daerah yang disebutkan Ardian belum melakukan penganggaran untuk insentif tenaga kesehatan (Nakes).
“Di Pemda Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Papua ini belum menganggarkan dan mudah-mudahan sedang merumuskan berapa kebutuhan anggaran nakes di daerahnya dari Januari sampai Desember 2021,” kata Ardian.
Sebanyak 6 provinsi, berdasarkan data yang disampaikan oleh Adrian per 17 Juli, yang anggaran dan realisasi insentif tenaga kesehatannya belum dianggarkan. Yakni Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, dari 503 kabupaten/kota, sebanyak 452 daerah yang telah mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan. Sementara itu, 51 daerah lainnya tidak mengalokasikan anggaran tersebut.
Lebih lanjut, Ardian menjelaskan bahwa setelah melakukan pemetaan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPKP, dan seluruh pemerintah daerah, ada beberapa faktor Pemda tidak menganggarkan atau rendah realisasinya.
Misalnya saja, kata dia, karena belajar dari pengalaman 2020, insentif nakes disalurkan melalui belanja operasional tambahan atau melalui DAK Non Fisik, sehingga pada tahun anggaran 2021 insentif tenaga kesehatan tidak dianggarkan.
Namun kemudian, melalui PMK 17/2021, diamanatkan bahwa pembayaran insentif nakes dibebankan dari DAU dan DBH 8 persen. Maka dari itu, beberapa daerah tersebut sampai saat ini masih menyesuaikan anggaran.
“Karena ada mandat refocusing dan realokasi dan kebutuhan pandemi sangat tinggi di pemda, beberapa daerah masih fokus refocusing dan realokasi. Sehingga Perkada (Peraturan Kepala Daerah) APBD masih terus berubah,” ujarnya.
Untuk diketahui, pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah dialokasikan melalui earmarked DAU/DBH tahun anggaran 2021 sebesar Rp8,15 triliun
Sementara itu dari data yang disampaikan, berdasarkan kacamata penganggaran, di tingkat provinsi, terdapat kenaikan penganggaran untuk insentif tenaga kesehatan secara menyeluruh sebesar Rp200 miliar lebih untuk tingkap provinsi.
Hal itu mengacu penganggaran yang pada 9 Juli sebesar 1,7 triliun, menjadi 1,9 triliun pada 17 Juli.
Kenaikan dalam hal penganggaran ternyata juga diikuti dengan realisasi terhadap belanjanya. Per 17 Juli, kata Ardian, realisasi anggaran insentif untuk tenaga kesehatan pada tingkat provinsi sudah mencapai 40,43 persen atau 780,9 miliar.
Berdasarkan data yang ada, per 17 Juli realisasi terhadap insentif tenaga kesehatan untuk tingkat provinsi sudah berada pada angka 40,43 persen atau Rp780,9 miliar.
“Ini langkah yang sudah sangat bagus yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, upaya percepatan sudah dilakukan,” kata Ardian.
Untuk tingkat kabupaten/kota, per 9 Juli alokasi untuk insentif tenaga kesehatan yaitu sebesar Rp6,8 triliun, sedangkan per 17 Juli angkanya naik menjadi Rp6,9 triliun.
Dari kacamata realisasi atau penyerapan, kenaikan juga terlihat di tingkat kabupaten/kota, pada tanggal 9 Juli realisasinya baru pada angka 9,73 persen, sedangkan pada 17 Juli angkanya naik menjadi 18,99 persen.
Ardian berharap ke depan realisasi terhadap insentif nakes ini terus digenjot oleh pemerintah daerah.
“Ini menjadi atensi Pak Mendagri mengingat kita pahami bersama bahwa para nakes ini merupakan garda terdepan dalam penanganan Covid. Mereka sudah bertaruh nyawa, bertaruh risiko terpapar, tidak hanya dirinya namun keluarganya. Kalau hak-haknya tidak diberikan atau tidak diterima, tentunya akan dikhawatirkan memunculkan demotivasi,” katanya.
“Apresiasi dalam bentuk insentif ini pada prinsipnya adalah bentuk penghargaan atas dedikasi yang telah diberikan kepada tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penangangan Covid-19,” lanjutnya. (*)