Beranda Sulsel BMI Sebut Nasionalisme Warga Papua Harga Mati

BMI Sebut Nasionalisme Warga Papua Harga Mati

HERALDMAKASSAR.COM – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Makassar menggelar diskusi bertajuk “Membangun Nasionalisme dan Merawat Kemajemukan di Tanah Papua” di RM Torani, Minggu (9/5/2021).

Hadir sebagai narasumber Ketua Brigade Muslim Indonesia Sulsel Zulkifli, Sekretaris KAMMI Makassar Irfan Baso dan pembanding mahasiswa Asal Merauke Papua Everistus Ricardus.

Dalam kesempatan itu, Zulkifli mengatakan nasionalisme dan kemajemukan di Tanah Papua sudah menjadi harga mati dan tidak boleh ditawar-tawar.

“Mari kita merenung apa yang sudah diwariskan para leluhur kita. NKRI ini sudah menjadi perjuangan para pendahulu kita, ayo kita jaga itu,” kata Zulkifli.

Zulkifli menjelaskan bahwa belakangan ini aksi terorisme dan kekerasan kembali marak terjadi di Papua, yang menelan banyak korban baik warga sipil maupun aparat negara.

“Negara tidak boleh takut atas tindakan kejam mereka. Tidak boleh ada toleransi atas aksi-aksi yang tidak manusiawi kepada saudara-saudara kita yang tidak berdosa,” tuturnya.

Zulkifli menambahkan lebih jauh, bahwa Papua sudah sulit untuk lepas dari NKRI. Yang bisa dilakukan saat ini adalah menumpas para provokator dan mempengaruhi warga agar bebas dari republik ini.

“Pemerintah sudah istimewakan Papua lewat Otonomi Khusus, warga Papua bisa menempuh pendidikan dimana saja, ini kita harap bisa dimanfaatkan dengan baik demi kemajuan daerahnya,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris KAMMI Makassar Irfan Baso mengatakan organisasinya yang berbasis kemasiswaan terus berupaya merekrut kader termasuk di Papua untuk memberi pemahaman tentang pentingnya kebersamaan dalam bernegara.

“Kami melihat persoalan di Papua begitu kompleks. Menurut saya cara penanganannya adalah pendidikan, peningakatan SDM dan pemerataan pembangunan,” katanya.

Hal ini penting dilakukan agar tidak ada kecemburuan yang bisa mengakibatkan munculnya aksi separatis bahkan sampai pada tindakan terorisme.

Mahasiswa asal Papua memberikan gambaran bahwa, Otsus yang selama ini menjadi andalan pemerintah tidak sesuai dengan realita di lapangan.

“Memang dana Otsus begitu besar dari pemerintah pusat, tetapi tidak seperti itu di lapangan. Ini bukan Otsusnya yang gagal, tetapi ada oknum yang membuat barang ini gagal,” ungkap Everistus Ricardus.