Beranda Headline News Duh, Pak Nurdin….

Duh, Pak Nurdin….

Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah

HERALDMAKASSAR  – Nurdin Abdullah, sang profesor yang pernah dipercaya rakyat Bantaeng menjadi bupati selama dua periode. Awalnya, Nurdin hanya diusung oleh partai politik (parpol) kecil karena ia bukan politikus.

Sebelum menjadi Bupati Bantaeng, nama Nurdin sudah tersohor di kalangan masyarakat Sulsel, terutama di dunia pendidikan. Dia adalah seorang guru besar bidang kehutanan di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Selama menjadi bupati Banteng, kabupaten kecil dan pernah menjadi daerah tertinggal itu terangkat atas jasa dan karyanya. Bantaeng menasional, nama Nurdin pun semakin terkenal di publik Tanah Air. Berbagai penghargaan dia sabet, dari tokoh People of The Year hingga Tokoh Perubahan.

Bantaeng pun naik kelas menjadi kota baru di tengah hutan. Bebas banjir, yang dulunya menggenangi hingga ke rumah jabatan bupati. Segala jenis buah, bunga, dan tanaman ada di Banteng, karena Nurdin dikenal piawai mengubah cuaca di sektor pertanian. Dari aneka jeruk, apel malang, stroberi, duren berbagai rasa, hingga bunga asoka dan tanaman hias dunia lainnya, ada di Bantaeng.

Nurdin berhasil menyulap gunung menjadi bukit bertaman buah dan tanaman yang memberikan penghasilan tambahan bagi warga setempat. Dari gunung, Nurdin turun ke pantai di sepanjang jalan Bantaeng, antara Bulukumba dan Jeneponto, menjadi tempat rekreasi, rest area, dan objek wisata yang menarik wisatawan lokal Sulsel.

Meski jauh dari Makassar, namun ambulans dan mobil pemadam kebakaran Pemkab Bantaeng saat tergolong yang paling keren. Nurdin dapat bantuan dari Jepang. Setiap ambulans dilengkapi dengan alat dan fasilitas medis, bahkan dokter. Warga tak perlu ke rumah sakit, cukup didatangi ambulans, diperiksa dan diberi obat.

Kawasan pantai yang tadinya menjadi rawa, kumuh, dan tempat buang hajat sebagian warga, disulap menjadi kawasan wisata mentereng. Di periode pertamanya sebagai bupati, penulis sempat menemui dan ditemani Nurdin selama dua hari. Keliling daerah, naik gunung, ke pantai, hingga dibuat sebuah acara temu warga di anjungan pantainya yang sangat bersih.

“Lihat, debu pun tidak ada,” katanya sambil menunjukkan telapak tangannya usai menggosok ubin anjungan pantai. Kala itu, penulis dan Nurdin tengah duduk-duduk santai di tepi pantai.

Yang istimewa juga, rumah jabatan bupati Banteng menjadi “hotel” bagi para tamu Nurdin yang berkunjung ke daerahnya. Nurdin bersama keluarganya tinggal di rumah pribadinya di sebuah bukit. Kala itu, anak-anak Nurdin tidak tinggal di Bantaeng. Kalau tidak pagi, ya sore, selalu ada waktu bagi warga bercengkerama, mengadu, curhat, bahkan ada warga yang datang minta dibantu karena mau menikah.

Pehobi naik sepeda ini terkenal jarang berada di kantor, karena ladang pekerjaannya adalah melayani rakyat di lapangan, dan mengolah lahan-lahan mati menjadi produktif. Tugas-tugasnya di kantor lebih banyak ditangani oleh wakilnya. Apel Senin pun, dia jarang ikut.

Dari penuturannya kepada penulis, anak-anaknya tidak di Bantaeng. Salah satu alasan Nurdin, agar tidak terganggu godaan jabatan atau kepentingan pribadi melalui anggota keluarganya. Begitu kata dia saat menjadi bupati di periode pertamanya.

Karyanya nyata di lapangan. Low profil dan sederhana. Tutur katanya yang lembut menunjukkan dia sosok yang bisa menghormati siapa saja lawan bicaranya. Bahkan sekali waktu, seorang ibu asal Makassar yang berdomisili di Bekasi, sama sekali tidak mengenal Nurdin yang saat itu sudah menajadi bupati, bertemu di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Nurdin menenteng sendiri tas atau kopernya, tanpa pengawal. Setelah duduk di sebuah kafe bandara, sang ibu menanyakan daerah asal Nurdin. Dia menjawab biasa saja, tanpa merasa harga dirinya jatuh sebagai bupati. Lalu, penulis mengenalkan, “Pak Nurdin ini adalah Bupati Bantaeng.” Mendengar itu, sang ibu kaget bukan main. Orang yang bertanya itu adalah istri penulis.

Setelah menjabat periode kedua sebagai bupati Banteng, tidak ada yang berubah dari Nurdin. Dia tetap menjadi sosok yang sangat inspiratif, teladan, dan disukai banyak orang. Namanya pun kian tersohor sebagai sosok bupati sukses, cerdas, sopan, dan sederhana. Pergaualnnya juga luas, bahkan sampai ke Jepang. Tak heran, Jepang banyak memberikan bantuan kepada Bantaeng. Bahkan, hingga saat ini, setelah Nurdin menjabat sebagai Gubernur Sulsel.

Di Pilkada Sulsel 2018, Nurdin diusung oleh PDIP, PKS, dan PAN, sebagai calon gubernur. Dia maju berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman. Pada Kamis malam, 26 Juli 2018, rapat pleno terbuka KPU Sulsel yang dipimpin ketuanya, Misna M Attas, menetapkan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Periode 2018-2023.

Sejak itu, komunikasi dengan Nurdin terputus. Penulis hanya memantau kinerja dan program-program Nurdin lewat berbagai pemberitaan di media massa. Banyak di antara kalangan wartawan mengakui, ada yang berubah dari Nurdin. Tim lamanya di Bantaeng juga, konon tidak “dipakai” lagi. Seorang pegawai di Pemprov Sulsel, juga mengonfirmasi demikian,

Apakah Nurdin yang dulu tersohor, kini sudah berubah? Beberapa kali, dia memang sempat dikabarkan menjauh dari kalangan wartawan. Dia juga sempat digoyang di DPRD Sulsel dengan rencana pemakzulan, namun kandas.

Kemudian, ada pelomik pengangkatan pejabat di Pemprov Sulsel, begitu juga dengan penunjukkan Plt Wali Kota Makassar, dua di antaranya adalah orang dekat dan kawan lawasnya di Unhas. Namun, salah satunya, pecah kongsi dan diturunkan di tengah jalan. Sejak menjadi gubernur, banyak berita baik dan positif dari Nurdin. Namun, tak sedikit juga yang disayangkan.

Hari ini, Sabtu pagi (27/2), penulis menerima kabar via WhatsAp. Bikin kaget, dan sulit dipercaya. “Gubernur Sulsel ditangkap (KPK) tadi malam usai lantik para bupati.” Demikian pesan itu, disertai beberapa nama yang ditangkap bersama Nurdin, dan juga salah satu foto Nurdin di bandara.

Setelah beberapa lama kemudian, benar. Kabar itu dibenarkan Ketua KPK dan juru bicaranya. “Benar, Jumat (26/2) tengah malam, KPK melakukan tangkap tangan terhadap kepala daerah di Sulawesi Selatan terkait dugaan tindak pidana korupsi,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/2).

Ketua KPK Firli Bahuri juga membenarkan, namun jajarannya masih terus bekerja terkait dengan kegiatan tangkap tangan terhadap pelaku dugaan korupsi di Sulsel. Mengenai siapa saja yang ditangkap, dia berjanji akan menjelaskan kasus tersebut secepatnya.

“KPK melakukan giat melakukan tangkap tangan pelaku korupsi di wilayah Sulsel. Saat ini KPK masih bekerja dan berikan waktu untuk KPK bekerja,” kata Firli di Jakarta, Sabtu 27/2).

Duh, Pak Nurdin……. Banyak sekali dugaan yang muncul dan beredar di masyarakat soal kasusnya. Ada yang memperkirakan terkait dengan kasus Makassar New Port, CPI, stadion, dan proyek jalan. Namun, informasi yang pasti, kita tunggu jumpa pers dari pimpinan atau jubir KPK. Jika dia menjadi tersangka, maka ini akan jadi kenyataan yang mungkin sulit dipercaya.

(AZHAR AZIS)