HERALDMAKASSAR – Mantan Direktur Operasi Sriwijaya Air, Fadjar Semiarto ternyata telah merekomendasikan agar maskapai Sriwijaya Air menghentikan operasionalnya untuk sementara waktu.
Kala itu, tahun 2019 atau dua tahun lalu, karena dia menilai pesawat yang dimiliki maskapai itu berpotensi menimbulkan bahaya jika tetap beroperasi.
Sebab saat ini, dia menilai pesawat yang dimiliki maskapai itu berpotensi menimbulkan bahaya jika tetap beroperasi.
“Kalau dibilang sangat membahayakan (tidak), (tapi) berpotensi (berbahaya) iya. Karena dari sisi pesawat yang dirawat dalam kondisi yang limited berpotensi terjadi hal-hal yang di luar yang kita perkirakan,” ujar Fadjar Semiarto di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Fadjar Semiarto menjelaskan, potensi bahaya muncul karena Hazard Identification and Risk Asessment (HIRA) operasional Sriwijaya Air menunjukan angka 4A.
Artinya, jika ini tak segera dibenahi, maka operasional Sriwijaya Air bisa terganggu.
“Kalau kita tidak bisa perbaiki jadi kuning menurut safety menjadikan kami rawan dari hal-hal kondisi yang normal. Ini yang kami pikirkan,” kata Fadjar Semiarto.
Fadjar Semiarto pun mengaku telah melaporkan hal tersebut kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Jefferson Jauwena.
Namun, rekomendasi tersebut tak mendapat tanggapan.
Lantaran tak ditanggapi, Fadjar Semiarto memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
“Karena surat tidak direspon Plt (Dirut Sriwijaya), malah terkesan tidak mendengarkan, tetap melakukan penerbangan secara normal maka kami menyatakan mengundurkan diri,” ucap dia.
“Kami memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menghindari conflict of interest,” ujar Fadjar Semiarto lebih lanjut.
Sementara itu, Direktur Teknik Sriwijaya Air Ramdani Ardali Adang menambahkan, kerjasama Sriwijaya Air dengan Garuda Maintenance Facility ( GMF ) telah dihentikan.
Setelah putusnya kerja sama itu, Ramdani Ardali Adang mengaku khawatir dengan operasional Sriwijaya Air.
Sebab, dengan tidak adanya kerja sama tersebut, pasokan suku cadang untuk armada Sriwijaya Air terbatas.
“Setelah putus dengan GMF saya khawatir sekali, HIRA-nya merah. Memang sampai saat ini belum terjadi sesuatu, tapi dari indikasi tersebut berpotensi besar dengan keselamatan penerbangan,” kata Ramdani Ardali Adang.
Sebelumnya, beredar surat yang dikirim oleh Direktur Quality, Safety, and Security PT Sriwijaya Air Toto Soebandoro kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena agar maskapai itu berhenti beroperasi.
Rekomendasi ini disampaikan Kapten Toto dalam kapasitasnya sebagai Direktur Quality, Safety and Security Sriwijaya Air dan keputusan selanjutnya akan diserahkan kepada Plt Direktur Utama.
Surat rekomendasi itu bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 tertanggal 29 September 2019.
Dari laporan tersebut diketahui bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare, dan jumlah qualified engineer yang ada tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.
Namun, menurut Toto rekomendasi itu bersifat internal dan bukan untuk konsumsi publik.
“(Surat) ini masukan untuk perusahaan khususnya untuk Plt Direktur Utama (Jefferson Jauwena),” ujar Toto di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Sriwijaya Air dianggap belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan line maintenance.
Hal ini berarti risk index masih berada dalam kategori 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada).
Ini dianggap bahwa maskapai tersebut dianggap kurang serius terhadap kesempatan yang diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Atas dasar itu, maka pemerintah sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air stop operasi karena berbagai alasan.
Hal ini akan menjadi nilai lebih bagi perusahaan yang benar-benar menempatkan keamanan sebagai prioritas utama.
Namun, pada 13 Mei 2020, Sriwijaya Air beroperasi kembali dan melayani sejumlah rute.
(HM)