HERALDMAKASSAR.COM – Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Bosowa (Unibos), Dr Syafri, menilai dari empat Paslon, hanya pasangan Munafri Arifuddin-Abd Rahman Bando (Appi-Rahman) yang memiliki solusi tepat untuk penyelesaian kesemrawutan tata wilayah Makassar.
Syafri ikut memberikan penilaian pada pemaparan program Paslon dalam debat publik kedua Pemilihan Wali Kota Makassar 2020, Selasa (24/11/2020) malam.
Terkhusus pada segmen ketiga yang membahas tema penataan kawasan perkotaan.
Solusi yang dimaksud Dr Syafri yakni Appi-Rahman bakal menghadirkan regulasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Sampai saat ini kota Makassar belum memiliki RDTR yang berkekuatan hukum yang dapat dirujuk/ sebagai instrument operasional dalam pengendalian pemanfaatan ruang termasuk perizinan,” terangnya, Kamis (26/11/2020).
Padahal RDTR ini menurut Dr Syafri, sebagaimana diamanahkan dalam UU 26 Tahun 2007 yang dipertegas dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bahwa RDTR menjadi rujukan utama dalam menentukan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
“Tanpa dokumen RDTR sebagai acuan perizinan kesesuaian pemanfaatan ruang, sangat memungkinkan terjadinya transaksi tata uang dalam proses pemberian izin pemanfaatan ruang di Kota Makassar. Jika Appi-Rahman menjadikan ini sebagai acuan regulasi nantinya maka transaksi tata uang bisa dihindari serta kesemrawutan tata ruang bisa teratasi,” sambungnya.
Lebih lanjut, Dr Syafri, menerangkan tak adanya RTDR di masa kepemimpinan Wali kota yang lama dalam hal ini Danny Pomanto, menjadi salah satu faktor Indeks Layak Huni Kota Makassar menempati peringkat terakhir dari 26 Kota di 19 provinsi yang di survei oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Tahun 2017.
“Indeks Layak Huni Kota Makassar periode Tahun 2014-2017 menunjukkan Makassar justru semakin semrawut,” katanya.
IAP yang merupakan Asosiasi Profesi Bidang Penataan Ruang Wilayah dan Kota melakukan survey indeks layak huni di 26 Kota dan 19 provinsi dengan 7 kriteria standar.
Yakni mencakup sanitasi, air bersih, jaringan listrik, perumahan layak, kecukupan pangan, dan fasilitas sosial dan fasilitas umum, (taman, transportasi publik, dan fasilitas kesehatan, serta ketersediaan ruang public).
Di lain sisi, Dr Syafri menilai tawaran paslon Danny-Fatma yang ingin menghadirkan lorong wisata sebagai solusi penataan kota khususnya bagi para pedagang kaki lima (PKL) dianggap tidak realistis.
“Konsep Lorong wisata dengan mengembangkan Kaki lima, merupakan konsep yang tidak realistik,” katanya.
Ia menyebut lorong di Makassar diidentikan dengan jaringan jalan yang dibangunan tidak sesuai dengan jaringan jalan yang seharusnya terutama dari kondisi lebar jalan dan jaringan dainasenya.
“Kalau yang tidak standar dibebankan lagi dengan fungsi-fungsi lain seperti wisata PKL, Apatemen Lorong dan lainnya yang akhirnya menggunakan bahu atau badan jalan untuk melakukan aktifitas, akan semakin mengurangi fungsi utama lorong dalam memberikan akses bagi penghuni lorong terutama terkait dengan upaya mitigasi dan evakuasi bencana dan keperluan sosial lainnya,” tutupnya.(*)