HERALDMAKASSAR.com – Dalam konstitusi yang tertuang dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menyebutkan kalau setiap orang berhak hidup dan bertempat tinggal di lingkungan yang baik dan sehat. Juga setiap orang berkewajiban memelihara fungsi lingkungan hidup dan pengendalian pencemaran atau kerusakan pada lingkungan.
Oleh karena itu sebagai regulasi turunannya, Pemerintah Kota Makassar bersama dengan legislatif, pada tahun 2016 lalu telah membentuk produk peraturan daerah (Perda) nomor 9 tahun 2016, sebagai wujud upaya pemerintah memberikan perlindungan dan pengelolaan hidup yang baik untuk warganya.
Hanya saja hingga kini kewajiban pemerintah memenuhi hak warganya itu belum sepenuhnya berjalan.” Regulasi kita sudah sangat banyak mengatur soal pengelolaan lingkungan hidup untuk mewujudkan lingkungan hidup yang layak untuk warga, namun pemerintah belum mampu memenuhi,” kata Fasruddin, Minggu (9/8) di Hotel Aerotel Smile, Jalan Mukhtar Lufti saat membuka kegiatan Penyebarluasan Informasi dan Produk Hukum kepada masyarakat.
Misalnya kata dia UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana mengatur soal kewajiban setiap daerah untuk menyisahkan 30 persen dari seluruh luas wilayahnya untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“Itu juga belum mampu pemerintah penuhi, meski meningkat 9 persen dari sebelumnya hanya 6 persen. Salah satu kendalanya adalah banyaknya pengembang-pengembang kita yang curang,” kata Sekretaris Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar itu.
Acil menyebut dari 700 lebih pengembang yang menjalankan bisnis di Makassar, baru sekitar 25 pengembang yang telah menyerahkan fasilitas umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos).
“Coba kalau semua perumahan-perumahan ini menyerahkan fasum/fasosnya kepada pemerintah saya yakin 30 persen RTH di Makassar bisa kita penuhi,” katanya.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Perda tersebut,Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Makassar, Andi Iskandar. Dalam ulasannya ia menjelaskan Perda nomor 9 Tahun 2016 yang diprakarsai oleh DPRD ini mengatur dan meminimalisir pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat maupun badan usaha.
“Diatur soal ketentuan-ketentuan umum. tujuan dan ruang lingkup bahkan hingga sanksi bagi siapa saja yang melanggar termasuk pemerintah jika melakukan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan.”katanya.
Sehingga kata dia seluruh bentuk kegiatan perlu memenuhi syarat izin bebas dari pencemaran lingkungan, seperti pencemaran udara, air, limbah berbahaya dan beracun (B3).
“Kewajiban kita semua khususnya masyarakat di Lae-lae yang hadir hari ini, tetap menjaga kesimbangan lingkungan,” jelasnya.
Bukan cuma itu, ia berharap agar pemanfaatan setiap sumber daya alam dapat dilakukan dengan cara yang terukur dan tetap memperhatikan upaya pelestarian lingkungan hidup.
Sementara Ahmad Yusran Asis, Aktivis Lingkungan yang hadir dalam kegiatan itu menyampaikan, perlindungan terhadap lingkungan harus dimulai dari diri sendiri. Dengan tidak membiasakan membuang sampah, limbah, utamanya puntung rokok ke laut.
“Puntung rokok sama halnya dengan plastik,terurai dimakan ikan lalu kita santap, betapa berbahanya,” katanya.
Ia juga mengajak warga yang hadir untuk mulai mengolah limbah dari rumah, untuk mengurangi volume sampah masuk ke TPA, ”Kita bisa ciptakan pupuk, kampas organis dan lain-lain dengan memanfaatkan limbah-limbah itu,” katanya. (*)