Beranda Headline News Kenapa Supriansa Tidak Ngotot Jadi Ketua DPD I Golkar Sulsel?

Kenapa Supriansa Tidak Ngotot Jadi Ketua DPD I Golkar Sulsel?

SUPRIANSA

HERALDMAKASSAR.com – Musda Sulsel sudah usai. Berakhir dengan happy ending. Semua merasa menang. Tidak ada kelompok merasa kalah.

Namun, ikhwal terpilihnya Taufan Pawe jadi pengendali Golkar Sulsel, tetap jadi perbincangan publik. Banyak yang tidak menyangka, walikota Parepare itu akhirnya terpilih melalui musyawarah mufakat.

Maklum, sebelum musda digelar, nama Taufan tidak terlalu diunggulkan. Selain karena dukungan suara yang minim, Taufan juga diinilai bukan sosok ideal untuk memimpin sebuah partai besar sekelas Golkar.

Namun, dewi fortuna kali ini memihak ke Taufan. Meski menjadi kandidat tak diunggulkan, justru ia melaju di detik-detik terakhir pelaksanan musda.

Itu semua karane dukungan elite DPP yang menginginkan Taufan, khususnya Erwin Aksa dan Rizal Mallarangeng. Padahal, jauh sebelumnya, Erwin jadi ketua tim pemenangan Supriansa.

Diskresi Supriansa kabarnya juga diurus Erwin. Nama Supri juga dibawa oleh Erwin ke Ketua Umum Airlangga Hartarto.

Namun, seminggu jelang musda, muncul “kecelakaan”. Hubungan Erwin dan Supri merenggang. Erwin lalu mengalihkan dukungannya ke Taufan Pawe. Sejak itulah, Taufan berada di atas angin.

Saat pembukaan musda, sinyal DPP menginginkan Taufan mulai tanpak. Itu dilihat dari komposisi 7 nama pengurus DPP yang diberi mandat untuk ikut sebagai peserta. Dari 7 orang DPP ini, memang mayoritas menginginkan Taufan.

Yang membuka acara, Wakil Ketua Roem Kono. Ia merupakan kelompok MKGR dimana Taufan juga bagian dari organisasi ini.

Sinyal Roem Kono juga kelihatan saat memberi keterangan pers. Kata dia, kader yang berkipra di tingkat nasional, cukup tetap berada di nasional. Domain Ketua DPD I adalah domain orang lokal.

Lantas mengapa Supriansa cenderung tidak melawan? Padahal jika dilakukan voting, bisa saja ia menang?

Ternyata, salah satu pesan Airlangga saat ditemui Nurdin Halid di kediamannya, sedapat mungkin tidak ada voting. Hanya ada dua pesan Airlangga. Pertama, jangan ada voting. Kedua, pilih pemimpin yang siap maju di pertarungan gubernur Sulsel 2024.

Mendapat amanah seperti itu, Nurdin Halid bergegas balik ke hotel Sultan. Ia lalu memanggil Supriansa ke lantai 15, kamar yang disewa Nurdin Halid.

Di depan Supri, Nurdin membeberkan pesan Airlangga. Lalu ditunjuklah Supri menjadi juru bicara para kandidat ini.

Lalu, musda dilanjutkan. Nurdin Halid mempersilakan empat kandidat ini bermusyawarah mufakat. Ia diberi tenggat waktu 15 menit  di sebuah bilik VIP hotel Sultan.

Selama 15 menit, Supri, Hamka B Kadi, Taufan Pawe dan Syamsuddin Hamid berembuk untuk menyepakati satu nama.

Pendek kata, disepakatilah Taufan Pawe untuk memimpin Golkar Sulsel. Taufan dipilih ketiga kandidat ini, karena dianggap dialah yang punya potensi untuk maju sebagai calon gubernur 2024.

Pertanyaannya kemudian, mengapa Supri tidak ngotot merebut ketua DPD I?  Bukankah peluang itu ada?

Supri yang dikonfirmasi, hanya menyebut dirinya tidak mau menjadi calon gubernur. Ia tidak ingin menodai amanah DPP yang menginginkan sosok yang bisa bertarung di pilgub 2024.

Walaupun kendali musyawarah empat kadidat calon ketua ada di tangan Supriansa, namun dirinya tidak memanfaatkan untuk mengarahkan ke arah voting.

“Saya ini taat dalam berorganisasi. Selalu berjalan sesuai arahan pimpinan. Perintah pimpinan ada langsung ada juga pakai bahasa isyarat. Pembacaan isyarat ke Taufan sudah ada tanda-tanda  saat pembahasan soal siapa yang mau maju jadi Gubernur Sulsel,” kata Supriansa.

 

( MUKHRAMAL AZIS)