Beranda Ekbis Ekonomi Indonesia Tak Bisa Bangkit Lagi, Sri Mulyani Menyerah?

Ekonomi Indonesia Tak Bisa Bangkit Lagi, Sri Mulyani Menyerah?

SRI MULYANI

HERALDMAKASSAR – Pqndemi global yang tak kunjung nelandai membuat perekonomian dalam negeri porak-poranda. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan terang-terangan menyebut, ekonomi Ptidak akan bisa bangkit lagi. Apalagi jika hanya mengandalkan APBN saja.

Menggerakkan kembali ekonomi yang tertekan Covid-19 membutuhkan peran swasta dan juga korporasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dilansir dari cnbcindonesia.com mengatakan pemerintah telah melakukan segala instrumen untuk kembali menggerakkan perekonomian, salah satunya dengan menambah belanja pemerintah untuk penanganan dampak Covid-19.

Belanja pemulihan ekonomi nasional (PEN) ditetapkan sebesar Rp 695,2 triliun sehingga total belanja tahun ini menjadi Rp 2.739,2 triliun.

Namun, itu saja tidak cukup karena APBN hanya berkontribusi sekitar 16% dari PDB dalam menggerakkan perekonomian. Oleh karenanya, sektor swasta dan korporasi juga harus bangkit agar perekonomian kembali tumbuh.

“Meski kita lakukan ini (belanja APBN), nggak mungkin ekonomi bangkit lagi tanpa sektor swasta dan korporasi juga bangkit kembali,” ujarnya, Rabu (29/7/2020).

Lanjutnya, untuk membantu sektor swasta dan korporasi bangkit kembali maka peran pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat penting. Stimulus dari pemerintah dan pengaturan serta pengawasan dari OJK akan menjadi kunci bangkitnya kedua sektor tersebut.

Sebab, jika tidak ada stimulus dari pemerintah kedua sektor ini akan berhenti melakukan dalam kegiatannya. Oleh karenanya, pemerintah melakukan penempatan dana dan penjaminan kredit di perbankan untuk membantu kedua sektor tersebut melakukan restrukturisasi kepada UMKM serta perusahaan tanpa terlalu khawatir risikonya.

“Kalau dua-dua nya menunggu tidak ada katalis, ekonomi berhenti. Jadi mau pemerintah lakukan berbagai upaya nggak akan bisa. Oleh karena itu dalam hal ini pemerintah berikan arahan bagaimana kita kembalikan aktivitas ekonomi bertahap,” jelasnya.

Diketahui, pemerintah telah melakukan penempatan dana di bank Himbara sebesar Rp 30 triliun dan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 20 triliun (realisasi rp 11,5 triliun). Terbaru pemerintah melakukan kebijakan penjaminan kredit modal kerja bagi korporasi dengan plafon Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun.

“Ini untuk yakinkan bahwa amunisi perbankan cukup dan liquidnya ada. Namun likuiditas ada dan macet maka proses intermediary nggak jalan. Oleh karena itu pemerintah memberikan katalis dengan memberikan penjaminan,” kata dia.

“Penjamin kemarin kredit di bawah Rp 10 miliar untuk UMKM dan hari ini korporasi antara Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun dan terutama untuk sektor industri padat karya karena kita harus memulihkan penciptaan lapangan kerja,” tegasnya.

(HM)