DINAMIKA kontestasi politik di Kota Makassar makin meningkat. Seiring waktu pendaftaran bagi bakal calon kepala daerah yang semakin dekat.
Manuver dari masing-masing figur bakal calon kepala daerah dalam perebutan dukungan partai politik (parpol) menjadi ajang tontonan menarik bagi siapapun yang mengikuti perkembangan komunikasi politik yang sedang terbangun.
Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Makassar menjadi wacana diskusi yang terus bergulir di warung kopi, pemberitaan dari media cetak dan media online tiada henti serta percakapan di media sosial yang semakin nyaring dari warganet ikut menciptakan gegap gempitanya iklim kontestasi politik di Kota Makassar.
Jalannya proses lobi dan negosiasi antara figur bakal calon kepala daerah dengan parpol seakan tak mudah ditebak. Rumit, terselubung dan menghadirkan rasa penasaran.
Masyarakat hanya bisa menduga-duga dan menebak-nebak dengan segala argumentasi dan asumsi dari berbagai sudut pandang. Benar dan salah, hanya segelintir orang yang tahu tentang apa sesungguhnya yang terjadi di balik layar.
Begitulah komunikasi politik. Informasi yang muncul di permukaan dan dikonsumsi publik hanya sebagian saja. Selebihnya ‘off the record’.
Beberapa hari terakhir ini, berita-berita panas soal arah dukungan parpol mengejutkan dan mencuri perhatian (cuper) publik. Diawali dari makin intensnya pertemuan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Daeng Ical sapaan akrab Syamsu Rizal bersama Fadli Ananda.
Padahal sebelumnya banyak pihak yang menilai bahwa peluang Danny Pomanto diusung PDIP sangat besar dibanding figur lainnya. Lantaran, kerapkali foto pertemuan Danny Pomanto beredar bersama sejumlah elite PDIP. Publik tentu bertanya-tanya. “Ada apa?”.
Dari peristiwa politik tersebut, memicu hadirnya beragam tanggapan. Ada yang menduga pertemuan itu hanya sebatas komunikasi politik biasa, ada pula yang memaknai bahwa PDIP sedang memainkan gimik semata hingga spekulasi PDIP sedang membangun alternatif usungan di Pilwalkot Makassar.
Beredarnya undangan konsolidasi dari DPP PDIP kepada Daeng Ical bersama Fadli Ananda yang akan dilangsungkan pada hari Minggu, 28 Juni 2020 seakan menguatkan analisis banyak pihak bahwa PDIP kemungkinan besar akan mendorong figur pasangan yang kini populer dengan akronim DILAN.
Manuver PDIP kepada Daeng Ical yang terdengar dan tersebar massif setidaknya ikut mengusik kebatinan Danny Pomanto dan figur lainnya yang telah lama mengincar partai banteng bermoncong putih tersebut.
Jika menilik lebih dalam, nampaknya memang ada sengkarut komunikasi politik yang tak terurai antara PDIP dengan Danny Pomanto.
Ihwal tersebut, ikut dipertegas dengan menguatnya kabar Danny Pomanto akan berpasangan dengan Hj.Fatmawati, yang tak lain adalah istri dari Ketua DPW Nasdem Sulawesi Selatan, Rusdi Masse.
Informasi itu berhembus kencang. Suara dari DPW Nasdem Sulsel, DPD Nasdem Makassar dan tanggapan dari berbagai kalangan ikut menguatkan sinyal kalau Danny Pomanto bersama Hj.Fatmawati hampir pasti maju berpasangan.
Langkah Nasdem bukan isapan jempol belaka. Informasi terbaru, DPP Nasdem telah meneken surat dukungan berupa rekomendasi kepada Danny Pomanto dan Hj.Fatmawati. Tak tanggung-tanggung dukungan tersebut terbit dengan format B1-KWK.
Sikap dan manuver yang ditunjukkan Nasdem tergolong berani dan mendobrak tradisi politik serta pakem yang selama ini terbangun dalam kontestasi.
Dalam catatan pilkada langsung, mungkin belum pernah ada satupun parpol yang berani memasangkan kedua kadernya dengan perolehan kursi yang belum memadai. Maka, apa yang dilakukan partai Nasdem merupakan perjudian besar dalam membangun koalisi parpol yang ideal guna merintis rute kemenangan.
Nasdem dengan keyakinannya, tentu punya perhitungan matang dengan berbagai variabel pendekatan. Resiko yang bisa timbul dari keputusan itu, antisipasinya pasti telah disiapkan. Dalam pandangan saya, manuver ini bukanlah sesuatu yang gegabah.
Lantas bagaimana reaksi dari partai Golkar yang lebih dulu memberikan dukungan berupa surat tugas kepada Danny Pomanto?.
Apakah prosesi penyerahan dukungan yang begitu meriah di gedung Celebes Convention Centre (CCC) tak berarti apa-apa bagi partai Golkar?.
Jika melihat fakta politik hari ini, keinginan Golkar untuk menduetkan Danny Pomanto dengan kadernya Andi Zunnun nampaknya harus gigit jari.
Sebelum rekomendasi Nasdem terbit, sikap Golkar terlihat masih menaruh harapan kepada Danny Pomanto. Walaupun kesan baper (terbawa perasaan) sudah terasa dengan munculnya beragam reaksi dari internal partai Golkar mengenai isu pasangan antara Danny Pomanto bersama Hj.Fatmawati.
Kita sedang menunggu seperti apa langkah dari partai Golkar dalam menyikapi dinamika tersebut. Apakah tetap bersama Danny Pomanto meski harus rela mengusung tanpa seorang kader. Ataukah Golkar memilih berpisah dengan mengusung figur pasangan yang lain.
Kita berharap bisa menyaksikan sebuah kontestasi yang elegan. Dimana harga diri seseorang dan kelompok partai di pertaruhkan secara transparan.
Semuanya taat pada rule of the games yang bisa diikuti oleh rakyat dalam memperebutkan kursi kekuasaan. Ketika kursi itu pindah ke tangan orang lain maka prosesnya pun terbuka, rasional dan tampil secara elegan.
Sekali lagi, politik itu penuh kejutan. kalau datar-datar saja, adem ayem saja maka tak seru dan menarik perhatian publik.
Oke, kita menunggu kejutan selanjutnya!
Oleh: Nursandy Syam, Manager Strategi & Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI)