HERALDMAKASSAR.com – Masalah baru kini muncul dengan banyaknya tudingan yang mengarah ke dokter dan tenaga kesehatan. Stigma negatif tersebut dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis utamanya kepada Rumah Sakit.
Hal itu menyusul setelah beberapa kasus yang mengakibatkan terjadinya protes dan keributan dalam penetapan status pasien, baik itu PDP atau positif Covid-19.
Beragam komentar pun muncul, ada yang membenarkan, ada yang menyalahkan bahkan ada pula yang menuduh ini konspirasi dari dokter agar mendapatkan untung besar dalam penanganan kasus virus corona .
Atas isu miring ini, salah satu akun media sosial (Medsos) Facebook Mji Mujiran menjawab berbagai tudingan tersebut. Lewat tulisannya, ia meminta masyarakat jangan mudah terprovokasi fitnah bahwa ada untung besar dokter serta paramedis di Rumah Sakit.
Berikut tulisan dari Mji Mujiran di akun medsosnya pada tanggal 5 Juni 2020.
Sudah jatuh tertimpa tangga
Kata kata itulah yang mungkin cocok diberikan pada dokter dan rumah sakit saat ini. Akibat pandemi yang melelahkan, tidak sedikit orang yang berprasangka buruk pada dokter dan rumah sakit. Mulai dari dokter dan RS panen duit, RS meraup keuntungan dari men PDP kan pasien, dokter dapat insentif 15 juta perbulan sampai dokter makan gaji buta ndak mau kerja dll. Padahal kenyataan sebenarnya justru sebaliknya:
1. RS dan dokter justru banyak dirugikan pada masa pandemi. Hal ini karena RS dan dokter terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan utk membelia APD, hand sanitaizer, sarana prasarana utk social distencing dll. Belum lagi sekarang kunjungan pasien non covid yang menurun drastis akibat pandemi. Padahan sumber pendapatan RS dan dokter adalah dari jasa pelayanan.
2. MenPDPkan pasien, bukannya agar menguntungkan dokter-RS, tapi tujuannya adalah preventif dan protektif. Jangan sampai under diagnosis (misdianosis), jangan sampai menulari yang lain jika ternyata covid positif dan jangan sampai petugas tertular covid19.
3. Tidak semua dokter atau paramedis mendapat insentif. Mereka yg dapat adalah mereka yg merawat pasien covid secara langsung, itu juga utk RS rujukan covid. Yang sampai sekarang juga banyak yang blm keluar uangnya karena prosedur verifikasi yg tdk mudah. Padahal tahukah anda, mereka yg merawat langsung pasien covid sdh hampir 3 bulan tdk pulang karena berisiko tinggi tertular covid dan takut menulari keluarganya. Kalau saya sendiri sebagai dokter kalau suruh milih, lebih baik di rumah walaupun tdk dapat insentif.
4. Biaya perawatan covid sangat besar 100-300jt perpasien. Ini bisa dimaklumi karena perawatan yang lama (bisa 2bln), perlu APD, alat dan bahan kesehatan yg semua sekali pakai, pemeriksaan yg mahal, belum lagi jika ada komplikasi perlu perawatan yg mahal juga. Itu semua ditanggung RS dg segala konsekuensi jika verifikasi tidak lengkap, maka bisa tidak dibayar pemerintah. Disamping pembayarannya juga tidak cepat karena verifikasi yg tdk mudah.
Dari sini mahon masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh berita berita hoax yang menyebutkan bahwa dokter dan RS diuntungkan dengan pandemi covid19.