Beranda Headline News ANALISIS: Sekolah Tinggi Tinggi

ANALISIS: Sekolah Tinggi Tinggi

HERALDMAKASSAR – Pernyataan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah soal perlunya sekolah tinggi-tinggi, menghiasa jagad media sosial dua hari belakangan ini.  Banyak yang kelihatannya kesal dengan statemen orang nomor satu di Sulsel itu.

Sebagai jurnalis, saya lamgsung mencari video aslinya.  Saya dapatkanlah video yang berdurasi 13 detik yang memuat inti dari persoalan yang diperdebatkan itu.

Dari video 13 detk itu, saya mendapatkan kutipan seperti ini:  “jadi itu tadi, pemahaman soal klaster itu. Harus dipahami. Kalau tidak paham, sekolah. Makanya sekolah tinggi-tinggi. Supaya bisa menulis dengan benar.”

Tentu, tidak ada maksud Nurdin Abdullah mau merendahkan profesi jurnalis. Apalagi, ia menyebut “sekolah tinggi-tinggi”. Ini hanyalah kiasan, sebab tidak ada “sekolah tinggi-tinggi”. Yang ada hanyalah sekolah tinggi atau perguruan tinggi.

Dari mimik bicaranya, Nurdln kelihatan kesal dengan pemberitaan sebuah media soal klaster perumdos. Dan dia mencoba mengklarifikasi soal penyebutan klaster perumdos.

Sebab jika tidak, ini akqn berdampak negatif bagi warga perumdos Unhas yang nota bene  lokasi rumah pribadi Nurdin Abdullah.  Warga perumdos juga bisa marah, akibat klaim yang sepihak itu.

Padahal, kejadiannya sangat sederhana. Kebetulan saya juga hadir di acara itu. Di kediaman Nurdin Abdullah diterapkan standar protokol kesehatan yang sangat ketat.

Memasuki rumah, harus melalui bilik disinfektan. Semua tamu disemprot. Lalu, ada pengukur suhu tubuh. Semua wajib dibawah 37 derajat.

Silaturrahmi juga digelar di tempat terbuka. Hanya ada 2 meja besar. Satu meja diisi 4 orang. Duduk dengan jarak lebih dari 1 meter. Semua wajib memakai masker. Kecuali saat makan dan minum.

Yang kita bicarakan di acara silaturrahim itu yakni soal penanganan covid 19. Malah sempat saya bercanda, jangan foto-foto nanti dianggap ada pertemuan, meski hari itu adlalah hari terakhir penerapan PSBB di Kota Makassar.

Kembali ke soal sekolah tinggi-tinggi. Nurdin Abdullah justru mendorong wartawan untuk menulis secara benar. Tidak semua bidang memang harus dikuasai wartawan.

Itulah sebabnya, dulu (entah sekarang), di media ditetapkan desk. Desk ini tujuannya agar wartawan bisa memahami secara mendalam sebuah bidang.

Katakanlah desk kesehatan, wartawan yang berada di desk kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua istilah kesehatan. Bahkan ketika ditanya soal dokter spesialis paruparu paling ahli pun, si wartawan harus tahu. Betapa kita dulu diajari secara detil.

Makassar, 6 Juni 2020

MUKHRAMAL AZIS