Beranda Headline News Covid-19 Tak Kunjung Berlalu, Menkeu Siapkan Skenario Terburuk

Covid-19 Tak Kunjung Berlalu, Menkeu Siapkan Skenario Terburuk

SRI MULYANI

HERALDMAKASSAR.com –  Hingga memasuki pekan kedua Mei, belum ada tanda-tanda virus corona akan berlalu. Jumlah angka terkonfirmasi positif bahkan sudah tembus 13 ribu lebih, per Jumat hari ini.

Ini dipastikan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang juga ikut melambat. Bahkan, diprediksi   tiga bulan ke depan Indonesia, masih akan berjibaku menghadapi wabah virus corona.

Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatat, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2020 hanya 2,97 persen. Capaian ini jauh di bawah target di kisaran 4,5-4,6 persen.

Karena itulah, pemerintah menyiapkan skenario terburuk. Di mana ekonomi RI bisa berada di angka minus 0,4 persen.

“Anjloknya pertumbuhan ekonomi kemungkinan berlanjut di kuartal II dan III, sehingga kemungkinan masuk skenario sangat berat bisa terjadi. Dari 2,3 persen turun lagi menjadi minus 0,4 persen,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu mengungkapkan, pelemahan daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Kondisi tersebut, sejalan adanya pelaksanaan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Apalagi menurut wanita yang akrab disapa Ani itu, pemberlakuan PSBB mulai diperluas.

Semula PSBB hanya dilakukan di wilayah Jabdoetabek kini, penerapannya diperluas hingga ke beberapa provinsi.

“Ada PSBB, konsumsi drop. Efek dominonya juga ke permintaan lain, walaupun itu hanya Maret, tapi sangat dalam pengaruhnya. Kuartal II kita juga harus antisipasi lebih dalam lagi jatuhnya,” jelas Ani seperti dikutip rmol.co.

Pasalnya, daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan ekonomi Tanah Air.

Kontribusinya sekitar 56 persen. Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh di level 2,84 persen dibandingkan kuartal I-2019 yang sebesar 5,02 persen.

Kontribusi terbesar kedua berdasarkan data BPS sekitar 32 persen disumbang oleh investasi. Lalu, 18 persen dari ekspor, sekitar 6 persen berasal dari konsumsi pemerintah, dan 1,36 persen dari konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT), dan seluruhnya dikurangi oleh impor yang minus sekitar 18 persen.

“Orang kalau di rumah cuma makan saja, tidak keluar transport. Kalau tahun lalu kan konsumsi itu Rp 9.000 triliun lebih, Pulau Jawa 55 persen atau lebih dari Rp 5.000 triliun. Sekarang kalau di rumah aja ya nggak sampai Rp 5.000 triliun, memang dampaknya berat pada kuartal II, makanya Presiden fokusnya ke situ,” ungkap dia.

Oleh karena itu, Ani berharap agar penerapan PSBB bisa efektif untuk memutus rantai penularan.

Sebab menurutnya, pulih atau tidaknya ekonomi tergantung bagaimana virus corona bisa segera diselesaikan.

Pemerintah, lanjut Ani, juga akan terus menekan pelemahan ekonomi dengan menjaga konsumsi rumah tangga melalui bansos.

“Kita terus percepatan penggunaan anggaran dalam rangka menjaga masyarakat, social safety net, bansos meluas, pemerintah cover minimal 3 bulan. Bahkan sampai 6 bulan dan 9 bulan sampai Desember. Kita harap ini cukup beri bantalan sosial,” ujarnya.

Lebih ekstrim, ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 (full year) ini bisa minus 2 persen.

“Melihat realisasi di kuartal I yang anjlok cukup dalam, maka diperkirakan kuartal II-2020 ekonomi akan minus karena ada perluasan PSBB di kota selain Jakarta dan pelarangan mudik. Akibatnya, aktivitas ekonomi nyaris mati total. Untuk full year skenario terburuk minus 2 persen,” kata Bhima.

Apalagi, kata dia, saat ini bantuan sosial dari pemerintah belum semuanya tersalurkan kepada masyarakat terdampak.

“Kan harusnya pekerja informal dikasih Bantuan Langsung Tunai (BLT) dulu baru kemudian PSBB diberlakukan, karena saat ini masyarakat sangat kesulitan mencari penghasilan,” ujarnya.

Bhima menambahkan, dalam kondisi seperti ini, masyarakat kelas menengah yang rapuh menjadi rentan miskin bahkan jadi miskin.

(HM)