Beranda Headline News BIADAB, ABK Asal Indonesia Bekerja 18 Jam Sehari di...

BIADAB, ABK Asal Indonesia Bekerja 18 Jam Sehari di Kapal Tiongkok, Jenazahnya Dibuang ke Laut

HERALDMAKASSAR.com – Sebuah video viral di tanah air yang menggambarkan keganasan pekerja di kapal Tiongkok. Kabar mengagetkan ini dipublikasi media asal Korea Selatan, MBC, pada Rabu 6 Mei 2020.

Dalam video diganbarkan, pekerja asal Indonesia bernama Ari telah meninggal setelah sebulan mengalami sakit. Jenazahnya dibuang ke laut lepas.

Dalam video yang diterjemahkan YouTuber Jang Hansol di kanal YouTube Korea Roemit, MBC menayangkan rekan ABK asal Indonesia menceritakan kondisi tempat kerjanya.

Hansol menceritakan, ABK bernama Ari berusia 24 tahun sudah bekerja selama satu tahun hingga akhirnya meninggal dunia di kapal tempat ia bekerja.

Jenazah Ari dilempar ke tengah laut, keberadaannya pun sudah tidak diketahui oleh banyak orang.

Hansol juga menyebut ada dua jenazah ABK lain yakni Alpaka berusia 19 tahun dan Sepri berusia 24 tahun yang telah dibuang ke tengah laut.

Setelah itu, Hansol mengartikan bagian kesaksian seorang rekan ABK yang menyebut kondisi tempat kerja mereka cukup buruk dan terjadi eksploitasi tenaga kerja.

Saksi tersebut menuturkan bahwa rekan kerja yang meninggal itu sudah sakit selama satu bulan, disebutkan bahwa korban sempat mengalami kram.

“Terdengar kram, terus habis itu kakinya bengkak, terus sebagian lainnya ikut bengkak, terus akhirnya meninggal gitu,” ujar Hansol.

Hansol menerjemahkan bahwa pelaut dari Tiongkok membawa air mineral, namun air tersebut hanya diminum untuk pelaut dari Tiongkok saja.

Sedangkan pelaut Indonesia diminta untuk meminum air laut yang sudah difilterasi, akibatnya kondisi badan korban memburuk.

“Pusing, enggak bisa minum air sama sekali. Cape ada dahak-dahak,” kata Hansol menirukan kesaksian rekan ABK.

Seorang saksi itu menyebut bahwa mereka bekerja sehari selama 18 jam, dan mendapatkan istirahat selama 6 jam, bahkan mereka juga pernah berdi untuk bekerja selama 30 jam.

“30 jam berdiri kerja dan diselingi waktu 6 jam alias waktu makan, dan itu disebut waktu istirahat katanya, enggak masuk akal,” ujar Hansol.

Hansol memaparkan bahwa mereka tidak bisa lepas dari lingkungan kerja yang mirip dengan perbudakan.

“Ini tipikal banget cara kerja eksploitasi, dengan cara kerja diikat di atas pantai, udah gitu passport kemungkinan dirampas,” kata Hansol.

(HM)