HERALDMAKASSAR.com – Hak angket DPRD Sulsel memasuki babak klimaks. Kamis (1/8) kemarin, pansus menghadirkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah untuk didengarkan keterangannya.
Rapat pansus terbuka untuk umum, sehingga siapapun bisa menyaksikan jalannya tanya jawab antara Pansus dengan Gubernur.
Yang menarik dari rapat pansus kali ini, karena Gubernur Sulsel mulai buka-bukaan segala hal yang selama ini jadi fitnah. Mulai soal kasus pencopotan Jumras, hingga soal tuduhan Nurdin Abdullah melibatkan keluarga dalam urusan proyek di Pemprov Sulsel.
Saat dialog dengan pansus inilah, terjadi perdebatan yang seru antara Nurdin Abdullah dengan Kadir Halid selaku Ketua Pansus Hak Angket DPRD Sulsel. Diawali dengan kasus Jumras, Kadir Halid ngotot pencopotan Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel itu melanggar Undang-undang ASN Nomor 5 tahun 2004. Nurdin dituding mengabaikan mekanisme pencopotan sesuai aturan.
“UU ASN soal mutasi, rotasi, promosi dan demosi semua diatur. Pak Gubernur tidak boleh melakukan tindakan-tindakan di luar ketentuan di luar UU ASN. Dalam bahasa lain, Gubernur tidak boleh lakukan kesewenang-wenangan,” kata Kadir Halid.
Menjawab hal itu, Gubernur menyatakan pencopotan terhadap Jumras karena telah ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan telah melakukan pemeriksaan di jajaran Pemprov Sulsel memberi rekomendasi dan terus mendorongnya agar segera mencopot Jumras.
“Jadi saya mengambil langkah ini agar semua bisa berjalan baik,” ujat Nurdin Abdullah.
Kadir tampak tidak puas dengan penjelasan Gubernur itu. Ia tetap ngotot bahwa Nurdin telah melanggar UU ASN.
Mendengar hal itu, Nurdin Abdullah kembali mempertegas, bahwa KPK telah memeriksa Pemprov Sulsel. Ada temuan yang bisa mengarah ke gratifikasi.
Kadir lalu bertanya, mengapa tidak dilakukan saja Operasi Tangkap Tangan (OTT)?
Soal ini, Nurdin Abdullah mengaku tidak bisa mengatur KPK, soal OTT menjadi kewenangan KPK.
“Yang saya lakukan, saya ambil alih tanggungjawab agar tidak melebar kemana-mana. Maka saya langsung mencopot Jumras, apapun risikonya,” ujar Nurdin.
Kadir berdalih, pencopotan Jumras tidak sesuai prosedur. Jumras tidak diberikan teguran oleh gubernur.
Menjawab pertanyaan Kadir ini, Gubernur mengaku telah berkali-kali mengingatkan Jumras agar berhenti mempermainkan tender proyek untuk mendapatkan fee yang belakangan diketahui nilainya 7,5 persen dari nilai proyek.
“Saya buka saja Ketua. Sebenarnya rentetannya dari awal. Beliau sejak jadi Kadis PU, terus membawa data-data kegiatan (peserta tender proyek) ke saya. Berkali-kali minta petunjuk (saya) siapa dikasih menang?” kata Gubernur.
Nurdin Abdullah sempat memperingatkan Jumras untuk tidak masuk ke wilayah itu. “Saya sudah sampaikan, jangan masuk ke wilayah itu. Dan itu berkali-kali. Setelah jadi Kabiro Pembangunan, dia bawa lagi (data peserta tender proyek),” papar Gubernur.
Menurut Gubernur, suatu ketika, dirinya satu pesawat dengan pengusaha Anggu Sucipto dan Ferry di pesawat saat pergi ke Jakarta. Dua pengusaha ini mengeluhkan mengapa saat ini di pemprov ada fee 7,5%? Padahal saat dirinya menjabat Bupati Bantaeng, tidak ada fee seperti itu.
Akhirnya, Nurdin menantang dua pengusaha itu untuk memberikan laporan tertulis.
(TIM HERALD)