Beranda Makassar RSUS di Makassar Diduga Langgar Kode Etik, Pegawai Tempuh Jalur Hukum

RSUS di Makassar Diduga Langgar Kode Etik, Pegawai Tempuh Jalur Hukum

Pengacara Wahidin Arsyad, Budi Wijaya

HERALDMAKASSAR.com – Kasus dugaan mutasi seorang pegawai secara sepihak yang dilakukan oleh manajemen Rumah Sakit Umum Swasta (RSUS) di Makassar, rupanya masih menuai tanda tanya.

Wahidin Arsyad Sirate, seorang pegawai RSUS di Makassar sejak tahun 2004 ia mulai bekerja. Namun karena di mutasi secara sepihak oleh pihak RSUS, Wahidin keberatan dan meminta keadilan ke pihak kepolisian.

Hal itu dibenarkan dan diungkapkan oleh kuasa hukumnya, Budi Wijaya kepada awak media, pada Kamis (11/7/2019) malam.

Kasus yang bermula sejak akhir tahun 2017, sampai sekarang belum ada kejelasan setelah masuk dalam penanganan Polda Sulawesi Selatan kala itu.

Budi mengatakan Wahidin Arsyad dimutasi sepihak karena dituduh telah melakukan kesalahan kepada salah satu pasien perempuan bernama Nur Ikrimi yang sedang menjalani pemeriksaan bagian radiologi.

Saat itu, Nur Ikrimi diperiksa oleh Wahidin Arsyad atas perintah dokter terkait kondisi tulang punggung dengan menggunakan alat bernama Magnetic Resonance Imagine (MRI).

Akan tetapi, kata Budi, pasien yang telah diperiksa oleh kliennya itu baru mengadu ke pihak RSUS setelah dua hari berlalu.

“Alat MRI itu kan kalau seperti kita lihat di TV, seperti dimasukkan ke kapsul itu sesuai dengan ukuran badan. Nah, tersentulah payudara si pasien itu,” katanya.

Namun yang aneh, lanjut Budi, biasanya kalau perempuan tersentuh payudara langsung refleks dan memaki. Tapi ini tidak ada, sesudah itu pasien pulang.

“Besoknya suami pasien datang langsung marah-marah, dua hari itu jadi tanda tanya, ada apa? pasien itu merasa dilecehkan dan ingin melaporkan rumah sakit karena pelecehan seksual,” lanjut Budi menceritakan.

Hanya saja, pihak rumah sakit tidak ingin memperpanjang masalah dengan pasien dan tidak dilaporkan ke pidana pelecehan seksual.

“Namun karena rumah sakit takut karena aib, makanya rumah sakit bargaining dengan suami pasien, jangan mi laporki, biarmi kita yang urus. Itu yang tidak bagus, akhirnya tidak objektif kan memeriksa masalah ini,” ungkapnya.

Setelah itu, rumah sakit memeriksa Wahidin Arsyad dengan dasar hukum yang aneh-aneh. Lalu kemudian, Wahidin dimutasi ketempat yang tidak layak oleh pihak rumah sakit.

Bahkan, menurut pengakuan Budi Wijaya, sejumlah hak kliennya itu sebagai pekerja kesehatan belum dipenuhi sampai saat sekarang.

“Beliau itu PNS kementrian kesehatan. Nah remunerasi bulan November 2017 tidak dibayarkan tanpa alasan, remunerasi 13 juga tidak dibayarkan, dan kenaikan gaji berkala tidak diberikan, ada apa?,” pungkas Budi.

Budi pun kemudian mendatangi rumah sakit untuk bersilaturahmi dan memertanyakan persoalan kasus yang mengorbankan Wahidin Arsyad.

“Rumah sakit menyatakan klien saya melanggar UU Kesehatan, terus saya minta mana yang mana dia langgar. Atau begini okelah dia mungkin kurang hati-hati, tapikan ada kode etiknya, nah saya minta juga kode etik rumah sakit. Mereka planga plongo, bagaimana tidak, kode etik itu nanti dua minggu baru sampai ke saya. Saya curiga kode etik itu baru ada ketika saya minta,” tandasnya.

Hingga saat ini, Budi telah melaporkan pihak Rumah sakit ke Polda Sulsel atas dugaan pelanggaran hak-hak Wahidin Arayad sebagai PNS Kementerian Kesehatan.