JAKARTA, HERALDMAKASSAR.COM — Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin meminta masyarakat Indonesia untuk jeli dalam memilih presiden. Wakil Ketua TKN, Abdul Kadir Karding meminta masyarakat untuk tak menyerahkan kepemimpinan di Indonesia pada seorang yang punya emosi yang tidak stabil.
Karding merujuk sosok Prabowo yang semakin menunjukkan karakter emosi yang tak terkontrol. Ini tergambar mulai dari debat keempat saat Prabowo marah kepada penonton. Emosi Prabowo juga semakin tak terkendali saat rapat terbuka. Pada rapat akbar di GBK, 7 April lalu, Prabowo sempat marah kepada salah satu pendukungnya yang terlihat mengobrol saat dia berpidato.
Tak hanya itu, ucapan Prabowo pun tidak terjaga dengan melontarkan kata-kata kasar nan emosional, seperti ‘ndas mu’. Puncak dari ketidakstabilan karakter Prabowo terbongkar saat dia berpidato dengan memukul-mukul podium dengan cara yang brutal.
Segala fakta itu, kata Karding, membuktikan bagaimana perangai emosinal Prabowo. “Pemimpin yang emosinya tidak stabil seperti itu akan sangat berbahaya saat memegang tampuk kekuasaan negara. Sebab rakyat akan terancam dan jadi korban dari pemimpin yang emosinya tidak stabil,” kata Karding, Rabu (10/9).
Ucapan Karding ini juga didukung hasil riset dari 204 ahli psikologi Universitas Indonesia. Hasil survei terhadap psikologi kedua capres menunjukkan kepribadian Jokowi dinilai lebih tenang dibanding Prabowo.
Jika diukur dengan angka 1 sampai 10, poin untuk stabilitas emosi Prabowo berada pada angka 5,16. Sedangkan Jokowi 7,60 dalam hal ketenangan dalam menghadapi persoalan yang berat.
Sementara tentang sikap otoriter dan demokratis, Jokowi hanya 13 persen memiliki kemungkinan otoriter sedangkan Prabowo 76 persen. Soal demokratis, Jokowi memiliki angka 87 persen dan Prabowo hanya 24 persen.
Ukuran analisis psikologis itu diinilai menjadi bukti sahih bagi pemilih agar memilih pemimpin yang stabil. “Berbahaya sekali apabila bangsa ini diserahkan pada pemimpin yang tidak stabil. Taruhannya adalah nasib 260 juta rakyat yang terancam menjadi korban,” kata Karding.
Sebaliknya, Karding menilai Jokowi adalah cermin pemimpin yang punya psikis yang baik. Jokowi mampu bersikap tenang dan tidak mengedepankan emosi saat mengambil keputusan. Hasilnya bisa terlihat dengan semakin baiknya iklim bernegara dan demokrasi di Indonesia.
“Jokowi adalah contoh bagaimana seorang pemimpin mampu berpikir jernih. Dia mampu menguasai emosinya. Dan yang terpenting dia adalah pemimpin yang stabil secara psikis,” kata Karding.
Menurutnya, dalam menangani negara besar seperti Indonesia, diperlukan pemimpin yang tenang, tidak otoriter, dan pandai dalam memecahkan masalah.
“Pemimpin yang emosional bukannya memecahkan masalah tapi akan menciptakan masalah besar,” kata Karding.