Beranda Sulsel Tidak Dapat Keadilan di Kejari Bone, Asri Mengadu ke Kejati Sulsel

Tidak Dapat Keadilan di Kejari Bone, Asri Mengadu ke Kejati Sulsel

Kepala Kejari Bone, Nurni Farahyanti

HERALDMAKASSAR.com – Asri, anak H. Mappa pelapor dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, akhirnya memutuskan untuk mengadu ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Keputusan ini diambil Asri lantaran tidak memperoleh keadilan di Kejaksaan Negeri Bone. Asri mengatakan, berkas laporan telah sebanyak lima kali di P19 kan oleh pihak Kejari Bone. P19 terakhir tanggal 29 Januari 2019.

“Langkah yang kita tempuh ini, yakni mengadu ke Kejati Sulsel bahwa Kejari Bone tidak bisa memberi keadilan atas laporan kami,” kata Asri saat ditemui di salah satu Warkop di Kota Makassar, Senin (4/2/2019).

“Tadi disana, kami mengadu ke bagian pengawasan Kejati Sulsel. Di sana setelah memberikan surat lengkap dengan penjelasan kasus ini. Menurut pihak Kejati Sulsel, surat tersebut akan terlebih dahulu dipelajari sebelum diproses lebih lanjut,” jelasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum pelapor Andi Muhammad Sabir menilai tidak sedikitpun progres hukum dalam kasus ini sejak ditangani Kejari Bone pada 4 September 2018 lalu, padahal sudah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng Nurlaela dalam laporan polisi nomor: LP/ 26 / X / 2017 / Spkt / Res Bone / Sek Cenrana, tanggal 19 Oktober 2016, yang melaporkan dugaan penggelapan sertifikat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Nagauleng.

Dia mengatakan, Kejari Bone seakan tutup mata dan telinga atas berkas kasus penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan kliennya H. Mappa yang diwakili anaknya Asri.

“Terbaru, kami telah melengkapi berkas penyidik yang keempat kalinya telah di P19 kan, namun pihak Kejari Bone masih bersikap yang sama, berkas lagi-lagi di P19 kan,” ujar Andi Muhammad Sabir.

Menurut dia, Kejari Bone berdalih bahwa laporan harus ada indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana kerugian, padahal diakuinya bahwa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah dijelaskan semua, dan bahkan bukan sekedar niat tapi terlaksananya secara sempurnah perbuatan pidana.

“P19 yang kesekian kalinya ini telah menunjukkan bahwa jaksa peneliti seakan-akan tidak membaca BAP,” jelas Sabir.

Lanjut dia, pada hakikatnya kewenangan jaksa peneliti tidak bisa masuk ke substansi salah atau benar, karena itu kewenagan hakim.

“Sebaiknya jaksa tidak berlaku seperti itu, dalam kasus ini, mestinya sudah dilimpahkan ke pengadilan,” tegasnya.

Sebelumnya, berdasarkan konfirmasi ke Polres Bone, pihak pelapor kembali melengkapi berkas sesuai petunjuk Kejari Bone, meski sebelumnya indikasi kerugian dan niat untuk melakukan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah telah tertuang dalam BAP yang diterima Kejari Bone.

Kasat Reskrim Polres Bone Iptu Muhammad Fahrun menegaskan bahwa berkas telah dilengkapi dan diserahkan kembali ke Kejari Bone pada Senin 21 Januari 2019.

Dalam kasus ini, terkait dengan lambannya progres hukum di Kejari Bone, Fahrun melihat adanya kemungkinan perbedaan penafsiran hukum antara pihak Polres dan Kejari Bone, karena menurutnya Polres Bone telah melengkapi berkas sesuai dengan asas hukum dan petunjuk yang diberikan Kejari Bone.

“Jadi saya kira, ini persoalan perbedaan interpretasi (penafsiran), kalau kami komitmennya ini harus tuntas karena sudah lengkap semua berkasnya,” jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (21/1) beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Kejari Bone dalam hal ini Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Erwin tidak ingin berkomentar banyak, dia hanya akan bicara soal kasus tersebut jika ada koordinasi dengan Kapala Kejari Bone.

“Untuk keterangan, saya koordinasi dulu sama Ibu Kajari, saya juga tidak bisa apa-apa karena masih ada di atas ku,” tandasnya.

Kepala Kejari Bone yang berusaha dikonfirmasi, Nurni Farahyanti tidak memberikan sedikit pun keterangan.

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2016 lalu saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.

H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp. 350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal pihak BPN sudah menyerahkan ke kepala desa untuk dibagikan.

(HM)