HERALDMAKASSAR.com – Pengamat politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Arqam Azikin mengatakan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah, legislatif dan presiden secara serentak hanya menguntungkan oknum dan elit politisi saja.
Hal itu dikatakan Arqam dalam Diskusi Akhir Tahun “Pemilu Serentak Untungkan Siapa?”, yang digelar oleh Group WhatsApp Political School di Warkop Dottoro Jalan Boulevard, Makassar, pada Sabtu (29/12/2018).
“Jadi pokoknya terakhir di tahun 2024, setelahnya hentikan pemilu langsung itu, kembalikan ke sistem. Biarkan parlemen yang memilih, kan demokrasi itu bukan hanya langsung, karena kita cari kualitasnya,” kata Arqam.
Menurutnya, alasan efektivitas, dan penguatan sistem presidensial sebagai dasar dilakukannya pemilu serentak tidak begitu relevan dalam konteks pelaksanaan demokrasi yang ada di Indonesia.
“Sistem sekarang bukan lagi demorkasi, sistem sekarang hanya dekorasi politik saja. Karena dekorasi politik itu yang diuntungkan oknum politisi, dan elit-elit dalam hal menerima mahar politik yang mengemas sistem ini untuk kepentingan dia,” tegas dia.
“Bayangkan kalau para calon kepala daerah atau calon legislatif datang ke ketua partai untuk menyetor mahar dengan harga yang lumayan mahal,” sambungnya.
Pelaksanaan pemilihan pangsung yang dilakukan serentak, menurut Arqam, memang membuat masyarakat dapat merasa lebih yakin dalam memilih wakilnya di legislatif dan eksekutif.
Namun, lanjut lagi, jika hal tersebut terjadi, sistem pemerintahan yang nantinya akan lahir, dan kekuasaan yang dimiliki pemimpin, dikhawatirkan tidak berkualitas dan akan bersifat totaliter karena dikuasai oleh oknum dan elit politik saja.
“Kalau ternyata tidak berkualitas dan malah merusak tatanan terutama di kaum muda, berarti kan mimpi kita melakukan demokrasi berkualitas itu tidak terbukti,” pungkas Arqam.
Meski begitu, dia tidak sependapat jika, sikap antara DPR dan Presiden selama ini memunculkan kebijakan untuk melakukan pemilihan secara langsung dapat melemah dan lebih cenderung beralih ke sistem parlementer.
“Jadi menurut saya ini sitem dekorasi politik yang dilakukan para politisi busuk di DPR pusat, bukan lagi sistem secara demokrasi,” demikian Arqam.
(MKA)