Beranda Politik Minim Pendidikan Politik di Partai, Ketum IGI Sindir Anak Bupati Mendadak Nyaleg

Minim Pendidikan Politik di Partai, Ketum IGI Sindir Anak Bupati Mendadak Nyaleg

Diskusi Akhir Tahun "Pemilu Serentak Untungkan Siapa?

HERALDMAKASSAR.com – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) periode 2016-2021, Muhammad Ramli Rahim menyindir banyaknya orang-orang bahkan sampai anak kepala daerah yang mendadak jadi caleg, tanpa mengikuti proses pendidikan politik.

Hal tersebut dikatakan Ramli Rahim dalam Diskusi Akhir Tahun “Pemilu Serentak Untungkan Siapa?”, yang digelar oleh Group Whats App Political School di Warkop Dottoro Jalan Boulevard, Makassar, pada Sabtu (29/12/2018).

Dia menilai, Partai politik (Parpol) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab jika ada yang mendadak jadi calon legislatif (caleg) tanpa mengikuti proses kaderisasi dan pendidikan politik di partai.

“Di politik saya melihat pendidikan politik hampir dibilang tidak ada. Kenapa? Dari mana kemana misalnya tiba-tiba si A menjadi caleg, memang ada proses pendidikan politik kemudian si A jadi caleg terus mendadak jadi anggota DPRD?,” katanya.

Menurutnya, selama ini rekrutmen caleg dilakukan secara mendadak tanpa diikuti dengan pelatihan maupun pendidikan politik yang baik. Sejak awal, seharusnya partai melakukan sosialisasi kepada para bakal caleg untuk menyeleksi yang layak jadi caleg pada pemilihan legislatif.

“Kemudian ada juga tiba-tiba karena bapaknya bupati, lalu anaknya mendadak jadi ketua partai yang tidak pernah muncul sekalipun. Dan tiba-tiba langsung menjadi anggota DPRD, pendidikan apa yang ada disana?,” imbuhnya.

“Jadi orang berkesimpulan bahwa, kita berjuang selama 10 tahun untuk jadi anggota partai, ketua partai, membesarkan partai, tiba-tiba orang lain bisa mengambil posisi kita dengan sangat mudah. Hanya karena bapaknya kemarin jadi bupati, hari ini dia jadi penguasa di partai. Proses pendidikan apa yang sudah dijalani dalam politik,” sambung Ramli Rahim.

Dia pun mencontohkan, menjadi seorang guru saja harus mengikuti pelatihan ataupun pendidikan keguruan agar bisa menjadi seorang guru, begitupun di partai politik agar bisa menjadi sebagai anggota DPR atau DPRD.

Meski begitu, ia sangat menyayangkan fenomena banyaknya caleg yang hanya mengandalkan ongkos politik tanpa mengikuti kaderisasi, pelatihan, bahkan pendidikan di partai politik.

“Jadi ini yang bisa merusak kaderisasi kita, karena tidak adanya proses pendidikan politik di partai. Misalnya jadi anggota muda partai, kemudian jadi fungsionaris, lalu jadi ketua partai, sekarang sudah tidak ada lagi,” jelasnya.

(MKA)